Meskipun melakukan poliandri, Drupadi tidak memiliki hak penuh atas tubuhnya. Ia poliandri bukan atas kehendak sendiri, melainkan karena keadaan. Ia juga diperkosa karena ulah suaminya.
Kata poliandri mungkin asing di Indonesia karena wanita Indonesia hampir tak pernah terdengar memiliki suami lebih dari satu. Indonesia lebih familiar dengan poligami karena banyak dipraktikkan oleh pria.
Drupadi adalah wanita yang menjalani poliandri. Seperti poligami, poliandri seharusnya juga dijalani atas kehendak sendiri. Tapi tidak dengan poliandri yang dijalani Drupadi. Ia terpaksa melakukannya karena calon suaminya, Arjuna, menolak untuk menikahi Drupadi karena tidak ingin melangkahi kakaknya, Yudhistira. Akhirnya Dewi Kunti, ibu dari Pandawa Lima, memutuskan Srikadi harus menjadi istri bagi semua anak lelakinya, yakni Yudhistira, Arjuna, Bima, dan si kembar Nakula dan Sadewa.
Peristiwa ini menambah pedih hati Drupadi yang baru saja lepas dari patriarki dalam keluarganya. Ia tak bisa memilih sendiri siapa suami yang hendak dinikahinya karena sang ayah, Drupada, menyelenggarakan sayembara untuk mencari calon menantu. Ia baru saja senang karena pemenang sayembara itu adalah Arjuna, pria yang dicintainya, namun ia malah dipaksa untuk poliandri demi keadilan dalam keluarga Pandawa.
Tak hanya di situ penderitaan Drupadi. Yudhistira yang gemar berjudi dijebak oleh Sangkuni dan Dursasana, Kurawa yang sempat ditolak Drupadi untuk mengikuti sayembara. Yudhistira yang terus kalah judi menjadikan Drupadi sebagai taruhan terakhir, dan akhirnya Drupadi harus pasrah diperkosa oleh 100 Kurawa.
Sebelum berbentuk novel dan diterbitkan ulang oleh Gramedia Pustaka Utama, cerita Drupadi di tangan Seno Gumira Ajidarma atau SGA terbagi menjadi cerita bersambung yang dimuat di majalah mingguan Zaman, dari edisi 14 Januari sampai dengan 11 Februari 1984 (bab satu sampai empat). Lalu bab lima dimuat di majalah yang sama, tanggal 22 Desember 1984. Bab enam dan seterusnya terpencar di berbagai koran nasional sejak tahun 2000 hingga 2006. Novel yang diluncurkan tanggal 8 Februari 2017 ini adalah versi utuh dari kisah Drupadi yang telah ditulis SGA.
Perbedaan versi
Drupadi tidak pernah dilahirkan. Ia diciptakan dari sekuntum bunga teratai yang sedang merekah.
Kalimat itu dipilih SGA untuk membuka novel. Jika Anda pernah menonton film "Drupadi" yang disutradarai Riri Riza dan ditulis oleh sastrawan dan jurnalis Leila Chudori, Anda akan menemukan perbedaan asal-usul Drupadi. Dalam novel, Drupadi diciptakan dari sekuntum bunga teratai yang sedang mekar. Dalam film, Drupadi diciptakan dari agni (api).
Detail lainnya adalah soal dadu. Di film, dadu yang digunakan bergambar hewan. Dursasana selalu memilih binatang harimau dan yang keluar selalu harimau sehingga Dursasana dan Sangkuni selalu menang. Sedangkan di novel, Yudhistira menyebut angka-angka yang ia pilih. Ia sempat menang karena angka yang dipilihnya selalu keluar, namun kemudian kalah karena angka-angka selanjutnya yang ia pilih tak pernah keluar lagi.
Bagian yang hilang
Sebagai novel, seharusnya antara satu bab dan bab yang lain saling berkaitan, tidak seperti kumpulan cerita pendek yang ditulis per cerita. Ayu Utami, novelis yang hadir dalam peluncuran buku ini, mengatakan, ada yang terputus setelah 100 Kurawa memperkosa Drupadi karena SGA tidak mengeksplorasi bagaimana Drupadi bertahan hidup setelah diperkosa. Saya sepakat dengan Ayu soal ini. Cerita langsung beralih ke pengasingan Pandawa Lima setelah peristiwa pemerkosaan terjadi. SGA tidak mendedikasikan satu bab khusus yang membahas bagaimana perasaan Drupadi atau bagaimana Drupadi bertahan setelah diperkosa 100 Kurawa walau ia menuliskan kemarahan Drupadi.
Setelah kemarahan Drupadi itu para Pandawa membalas dendam. Anda bisa membaca kelanjutannya di buku setebal 143 halaman ini. Bagi Anda yang asing dengan kisah Mahabharata, membaca novel ini akan membantu Anda mengenal salah satu nama dari wanita kuat dalam kisah Mahabharata yang dipuja sepanjang masa.