Nama besar Nicholas Sparks membuat saya banyak berharap dengan film ini. Beberapa film yang diangkat dari novel romantisnya, seperti The Notebook dan A Walk to Rembember cukup sukses membuat saya sesenggukan. Maka dari itu, film terbarunya yaitu “The Choice” juga membuat saya berharap, setidaknya bisa mengobati kerinduan saya pada film-film drama romantis berkualitas yang mulai jarang muncul di bioskop. Tisu pun sudah saya siapkan disudut tas, berjaga-jaga ketika nanti membutuhkannya.
Adegan dimulai dengan kegaduhan yang dibikin Travis Parker (Benjamin Walker). Pemuda tampan itu berprofesi sebagai dokter hewan. Pada suatu siang, ia menggelar pesta barberque di halaman rumahnya. Musik dinyalakan kencang-kencang. Diam-diam ada yang terganggu dengan keriaan itu. Gabby Holland (Teresa Palmer), tetangganya yang baru saja pindah di samping rumah merasa jengkel dengan keberisikan yang diciptakan Travis. Tidak hanya itu, anjing betina kesayangan Gabby ternyata baru saja hamil. Kemudian Gabby menuduh anjing milik Travis lah yang harus bertanggung jawab.
Dengan langkah tergesa, gadis cantik lulusan kedokteran itu mendatangi Travis yang tengah bersantai di beranda rumah. “Anjing Anda menghamili anjing saya,” kata Gabby. Yang disambut dengan muka serius Travis, “Saya akan bertanggung jawab penuh. Padahal aku selalu mengingatkannya untuk menggunakan pengaman.” Bukannya serius, Travis malah menanggapi omelan Gabby dengan candaan. Gabby yang murka kembali pulang ke rumah dengan muka kesal.
Kejadian demi kejadian membuat Gabby mulai menaruh hati pada Travis. Selanjutnya Anda bisa menebak alurnya. Mereka berdua jatuh cinta. Masalahnya tak semudah itu, karena Gabby memiliki pacar yang tak kalah tampan dari Travis. Selain ganteng, Ryan McCarthy (Tom Welling), juga berprofesi sebagai dokter. Mereka telah menjalin hubungan yang serius, digambarkan dengan pertemuan akrab antara orang tua Ryan dengan Gabby. Angan-angan berumah tangga, kemudian menjalankan klinik bersama juga sempat dibahas oleh calon mertua Gabby.
Mungkin ini bisa dibilang sebagai perselingkuhan. Gabby menghabiskan malam bersama Travis, setelah makan malam romantis. Sementara itu, Ryan, pacar resmi Gabby pergi ke luar kota mengurusi salah satu kliniknya. Perasaan Travis kepada Gabby begitu kuat, padahal selama ini Travis terkenal sebagai pria yang takut berkomitmen. Begitu jatuh cintanya pada Gabby, Travis mengajak Gabby pergi ke pantai rahasianya. Bintang-bintang di langit itu gemerlapan di langit malam yang gelap, menaungi Travis dan Gabby, pasangan yang sedang dimabuk cinta.
Sedari awal, Travis paham betul kalau Gabby sudah punya kekasih. Situasi bertambah pelik ketika Gabby harus memilih di antara dua pilihan, antara cinta yang aman kepada Ryan, atau cinta yang penuh gairah dengan Travis. Intinya, cinta segitiga memang selalu pelik. Selalu ada yang tersakiti dalam prosesnya.
Sebagai penonton, saya tidak cukup paham dengan logika cerita ini. Penulis naskah tidak mau repot-repot menjelaskan mengapa Gabby beralih dari pacarnya, seorang dokter sukses yang anak dokter terpandang, kepada seorang tetangga –yang memang tak kalah tampan sih. Sepertinya hubungan antara Gabby dan Ryan baik-baik saja, karena Ryan tidak digambarkan memiliki suatu kekurangan yang bikin kesal. Misalnya saja dia ternyata tukang selingkuh, tukang pukul, minimal sih suka menyombong atau bahkan anak mami. Sepertinya tokoh Ryan ini baik-baik saja, ia tampan, kariernya mapan, anak keluarga berada, sopan, baik hati. Disitu saya tak mengerti kenapa Gabby dengan mudahnya naksir pada Travis, padahal pacarnya demikian sempurna.
Dengan begitu cepat, Gabby jatuh cinta pada Travis. Setelah saya ingat-ingat, apakah Travis sudah melakukan hal yang luar biasa kepada Gabby sehingga bisa bikin gadis ini jatuh cinta? Ah rasanya tidak juga. Travis tidak begitu kesulitan mendapatkan hati Gabby, memang sih ia pernah menjaga anjing Gabby di tengah malam setelah anjing itu melahirkan. Kemudian diajaknya Gabby naik boat berkeliling pantai bersama kawan-kawannya. Setelah itu ada makan malam romantis yang dibikin Gabby di rumahnya. Segalanya berlangsung begitu cepat hingga saya tak punya cukup rasa simpati kepada Gabby dan Travis.
Oke lah, anggap saja pepatah cinta itu buta adalah benar adanya. Apakah saya menangis? Kali ini tidak. Mungkin saya terlalu banyak berharap dengan Nicholas Sparks yang selalu menghadirkan kisah-kisah yang romantis dengan berhasil. Tisu yang saya simpan masih terbungkus rapi dipojok tas.