Lima hari menjadi turis domestik tergolong waktu yang cukup lama. Namun kali ini, objek dan tujuan yang sarat ilmu membuat pengalaman kami bertambah.
Solo dan Yogyakarta menjadi tujuan JFW Cultural & Factory Visit yang diadakan oleh Jakarta Fashion Week (JFW) dan Indonesia Fashion Forward (IFF) bulan November 2016 lalu.
Rombongan kami terdiri atas para pelaku mode, di antaranya ada desainer, blogger, pemilik brand, siswa sekolah mode, pelaku bisnis e-commerce, juga praktisi di bidang fashion. Semua antusias; tak sabar mengikuti rangkaian perjalanan selama 5 hari ini: 2 hari di Solo, dan 3 hari di Yogyakarta.
Destinasi #1: Solo
Sebuah kota tenang, yang menyajikan kehangatan serta keramahan yang tulus. Di kota ini, kami berkunjung ke pabrik tekstil berskala internasional yang telah berdiri sejak tahun 1974, PT Dan Liris.
Proses pemintalan kapas menjadi benang, hingga berlanjut menjadi helaian kain sangat menarik. Michelle Tjokrosaputro, CEO PT Dan Liris, mengantarkan kami berkeliling, memaparkan seribu proses di balik pembuatan sehelai busana.
PT Dan Liris memiliki banyak anak perusahaan, salah satunya Multiyasa Abadi Sentosa (MAS). MAS khusus membuat berbagai kerajinan anyaman mulai dari keranjang hingga kursi. Jangan heran kalau para peserta (termasuk saya) sedikit 'kalap' melihat kerajinan itu, yang tidak bisa beli langsung di situ.
Di kota ini kami juga berkunjung ke Museum Batik Danar Hadi dan makan siang di Soga Resto milik Danar Hadi. Di sini sebanyak 1.078 koleksi kain batik tertata apik. Sejarah tentang batik pun dijabarkan.
Koleksi ini hanya sebagian kecil dari 11.000 kain koleksi Santoso Doellah (pemilik Danar Hadi). Sebuah kesempatan yang spesial; khusus kali ini kami diizinkan untuk mengambil gambar koleksi kain yang dipamerkan. Proses pembuatan batik pun dapat kami lihat langsung di area belakang museum.
Selama dua hari di Solo, kami dijamu dua kali makan malam spesial. Royal dinner bersama keluarga keraton di Pura Mangkunegaran lengkap dengan suguhan tari-tarian, dan berkeliling melihat pusaka milik kerajaan. Keesokannya kami makan malam di Loji Gandrung, yaitu rumah dinas Walikota Solo, dijamu langsung oleh bapak walikota, F.X. Hadi Rudyatmo.
Tak hanya kunjungan budaya, kami pun sempat bertandang ke Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Ar Ridho – Silir. Dahulu Silir adalah area lokalisasi prostitusi legal, yang kemudian oleh Sarjoko (penduduk setempat) pelan-pelan diubah menjadi pusat kegiatan belajar.
Beruntung pada tahun 2007 kawasan prostitusi ini ditutup oleh walikota saat itu, Joko Widodo. Kegigihan serta hati mulia pria yang hanya tamatan SMP ini mampu mengubah wajah Silir dari komunitas prostitusi menjadi masyarakat pembelajar yang mandiri.
Destinasi #2: Yogyakarta
Inilah kota wisata yang ramai dan hidup, seakan seluruh isi kota ini memiliki darah seni yang mengakar. Salim Silver di Kotagede merupakan perhentian pertama kami di kota ini. Kami menyaksikan proses pembuatan perhiasan perak yang rumit, yang membutuhkan keseriusan dan ketekunan tinggi. Priyo Salim menceritakan kepada kami mulai dari proses hingga cerita unik tentang perhiasan perak.
Kami juga berkunjung ke Galeri Apip’s, milik desainer batik Afif Syakur. Melihat proses pembuatan batik tulis dan cap secara langsung membuat keinginan berbelanja muncul dengan cepat. Koleksi cap batik di sini sangat beragam, dari corak klasik hingga kontemporer.
Perhentian selanjutnya ke arah Imogiri, tepatnya Perkampungan Batik Giriloyo. Di sinilah sentra batik tulis berada, tempat 1.500 pembatik yang terbagi 12 kelompok. Karyanya bisa dibeli langsung di tempat atau bisa melalui www.batiktulisgiriloyo.com. Kawasan ini adalah salah satu sentra batik terbesar di Yogyakarta. Bahkan pada tahun 2015 Giriloyo mendapatkan juara pertama sebagai Kampung Wisata Terbaik se-Yogyakarta.
Bincang-bincang dan bertemu muka dengan pencinta mode di Kota Gudeg pun kami dilakukan. Melalui sharing ilmu dan pengalaman dalam suasana kasual bersama Ai Syarif dan Dona Subroto (JFW & IFF), Misan Kopaka (desainer), Ayla Dimitri (blogger), dan Arif Tirtosudiro (CCO 94.7 UFM Jakarta).
Malam terakhir di Yogya kami isi dengan nonton kabaret di House of Raminten, Mirota Batik yang terletak di ujung Jalan Malioboro. Sambil duduk lesehan dalam suasana remang, hiburan selama satu jam itu mengocok perut kami.
Foto: Jane Djuarahadi