Setelah menikah pada 2009, Nectaria Ayu Wulandari menetap di rumah mertua yang hobi bercocok tanam sayuran organik. Di lahan seluas 1,5 hektar di kawasan Gadog, Bogor, mereka menanam bermacam sayuran. Itulah benih dari bisnis keluarganya.
Awalnya, sang ibu gemar membuat gado-gado yang diracik khusus dengan limpahan sayuran organic dari kebun. Kreasi itu dijajakan di kantor. Selain membawa gado-gado, Ayu sering membawa sayuran segar untuk ditawarkan ke rekan kerja. Dari hanya membantu menjual, Ayu turut meresapi nikmatnya makanan organik.
Cita rasa sayur organik yang bebas pahit membuatnya ketagihan. Ayu jadi lebih sering mengonsumsi sayur. Sedikit demi sedikit, pola makan yang lebih sehat itu berdampak pada kesehatannya. “Dulu saya sering pilek dan migrain. Badan pun gampang pegal.Sejak rutin memakan sayuran organik, saya jadi tidak mudah sakit,” kata lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia ini.
Pada 2011, setelah tujuh tahun berkarier sebagai copywriter, ia memutuskanberalih profesi. Bersamasang suami, Ayu mendirikan restoran organik Warung Kebunku, yang berlokasi di kawasan Terogong, Jakarta Selatan. Baginya, tak ada yang lebih berharga dibandingkan kesehatan tubuh. Ia pun ingin orang lain bisa merasakan manfaat sayuran organik seperti dirinya. Restoran mulai buka pada 2012. Tetapi mengonsumsi dan berbisnis makanan organik adalah dua hal berbeda.
Ayu memperdalam bisnis organik dengan berbagai cara. Ia datang ke pameran Komunitas Organik Indonesia (KOI), berkenalan dengan anggota komunitas, dan aktif dalam kegiatan. Ilmu pun bertambah karena sesama anggota sering berbagi pengalaman. Selain itu, komunitas mempertemukannya dengan banyak pengusaha organik, juga para supplier. Dan itu bermanfaat bagi bisnisnya.
Dengan relasi yang baik, Ayu mendapat berbagai kemudahan. Salah satunya soal potongan harga. Harga bahan baku yang murah pada akhirnya membuat harga menu di Warung Kebunku menjadi relatif terjangkau. Tetapi tantangan selanjutnya adalah bagaimana menjualnya.
Makanan sehat memiliki berbagai stigma, misalnya hambar dan tidak lezat. Hal itu karena lidah orang telanjur akrab dengan bahan pengawet, pewarna, dan MSG. Ayu lalu memutar otak untuk menciptakan menu menarik. Ia keluar dengan ide comfort food, yaitu masakan khas Indonesia yang sudah banyak disukai masyarakat, seperti bakso, sate, dan gado-gado.
Selanjutnya adalah berpromosi lewat media sosial, seperti Facebook, Twitter dan Instagram. Menurut Ayu, foto yang menarik bisa membuat orang ingin mencoba. Selain rutin mengomunikasikan promosi yang sedang berlangsung, Ayu menambahkan teknik promosi dengan value lebih. “Di media sosial, aku nggak hanya berjualan. Kalau kita jualan terus, lama-lama follower jenuh. Aku sering sharing tentang manfaatmanfaat sayur.”
Sambil menempuh jalur online, strategi pemasaran secara konvensional tetap dilakukan. Ia menyadari bahwa makanan organic akan lebih mudah dipasarkan ke mereka yang peduli kesehatan. Itu sebabnya, Ayu sering berpartisipasi dalam bazaar bertema kesehatan, seperti yang diadakan oleh KOI dan Namaste Festival. Tak hanya itu, agar lebih dikenal masyarakat, Ayu sering mengizinkan restorannya dijadikan lokasi workshop oleh berbagai komunitas, seperti recycle workshop, yoga, hingga cooking class.
Berbekal niat, konsistensi dan berbagai upaya promosi, Ayu berhasil menggaet pelanggan setia. Kini banyak orang tertarik memesan sayuran segar, atau mampir ke Warung Kebunku. Beberapa orang bahkan tertarik berkebun di rumah mereka sendiri. Anda pun bisa mencobanya. Tak harus bisnis organik, tentunya. Anda bisa mencoba berbisnis di bidang yang Anda cintai sepenuh hati.
Foto: Hermawan