"Tentu saja boleh," kata Ratih Ibrahim, psikolog. Menurut dia, setiap orang bisa bersahabat dengan siapa pun. Ada beberapa faktor yang membuat seseorang bisa bersahabat dengan orang lain, yaitu kesamaan dan kecocokan chemistry.
Memang, sih, menurut teori relasi, semakin besar tingkat kesamaan, akan semakin besar pula tingkat kecocokan di antara mereka. Kesamaan (walau belum tentu sama pada setiap persahabatan) antara lain berupa latar belakang (budaya, pendidikan, keluarga), visi, pemikiran, hobi, profesi, minat, dan sebagainya. Kesamaan jenis kelamin adalah salah satunya.
Namun menurut Ratih, kita umumnya dikondisikan oleh lingkungan untuk bergaul dan berteman dengan orang-orang berjenis kelamin sama.
Sewaktu kita masih kecil, misalnya, jika sering bermain dengan anak lelaki, orang-orang di sekitar kita (teman maupun orang tua), akan melontarkan pendapat yang membuat kita merasa hal itu keliru. "Kok, bermain dengan anak lelaki? Kamu tomboi banget!" Atau, "Ayo... kecil-kecil sudah pacaran!"
Padahal, tidak ada salahnya jika pria berteman dengan wanita. Kalau hal ini diterima sebagai suatu hal yang biasa, tentunya pria dan wanita bisa bersahabat dengan tulus tanpa dihantui 'kecurigaan'.
Masalah bisa timbul jika dua orang sahabat kemudian masing-masing menikah, dan pasangan mereka keberatan dengan persahabatan tersebut. Tapi, baik istri maupun suami akan 'merugi' jika tidak setuju dengan pasangannya punya sahabat lain jenis, terutama jika tidak ada hal-hal yang patut dijadikan alasan kecurigaan.
Ada pendapat bahwa idealnya pasangan kita adalah sahabat kita. Bukankah kita pasangannya, kekasihnya, belahan jiwanya? Mengapa mencari sahabat lain? Begitu pula pendapat pasangan jika kita yang bersahabat dengan pria lain.
Inilah 'pertanyaan' pada umumnya, ketika kita atau pasangan kita dekat dengan orang lain; apalagi jika sahabat itu beda jenis
kelamin.
Mungkin saja kita, atau pasangan, masih menerima sahabat lama masing-masing yang beda jenis kelamin. Tapi, bagaimana dengan sahabat baru? "Ya, sama saja," kata Ratih. Maksudnya, jangan terburu curiga dan menilai negatif sahabat baru.
Yang terpenting dalam persahabatan adalah tidak membiarkan asmara tumbuh dan berkembang. Kalau alasan menjadi dekat adalah bersahabat, peliharalah persahabatan itu baik-baik.
Dalam persahabatan ada trust, take and give yang tulus, dan saling tumbuh bersama sebagai sahabat. Seorang sahabat yang baik akan menjaga sahabatnya sehingga ia mampu menjalani hidupnya secara baik, termasuk dalam hubungan bersama pasangannya.
Karena itu, ketika sahabat kita sudah punya pasangan, kita pun berusaha mengelola ego dan tidak melakukan intervensi yang merusak. Kalau memang harus menarik diri demi terus memelihara persahabatan, lakukan saja.
Bijaklah memelihara jarak yang tepat untuk menjaga privasi kehidupan sahabat tersebut, sekaligus menjaga perasaan pasangan kita.