Memanfaatkan barang bekas
Nuning menunjukkan sebuah kalung yang dihasilkan dari teknik wire. Kalung itu tampil lebih elegan, padahal talinya berasal dari limbah dinamo bekas. Ada pula kaleng kerupuk yang biasanya ada di warung-warung. Kaleng kerupuk itu Nuning beli seharga Rp35 ribu, namun setelah dilukis, bisa ia jual hingga Rp300 ribu dan akhirnya ‘mejeng’ di kafe-kafe.
Selain itu, ia kreatif mengganti medium. Talenan yang biasanya digunakan untuk mengiris bumbu masak di dapur, ia sulap menjadi hiasan
dinding yang cantik. Ada pula tudung saji yang ia buat dari kain bekas seprai.
“Saya ingin membuat sesuatu dari bahan yang biasa menjadi produk yang luar biasa,” ujar Nuning penuh semangat. Meski tak bisa dipungkiri, ada juga bahan-bahan yang perlu ia beli di luar negeri karena di Indonesia tidak tersedia, atau kualitas yang dijual di Indonesia kurang bagus untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standarnya.
Bagai keluarga besar
Produk-produk Galeri 37 tak hanya dibuat oleh Nuning. Ia dibantu oleh 20 orang teman. Ia sengaja tidak merekrut lagi karena ingin Galeri 37 selalu menjadi tempat yang menyenangkan untuk berkumpul, bukan hanya untuk mencari uang. “Lebih baik sedikit orang, tetapi semuanya berpotensi,” begitu katanya
Saat PESONA datang pun suasana kekeluargaan di Galeri 37 sangat terasa. Apalagi saat Nuning— yang sehari-hari tidak pernah berdandan—akhirnya didandani oleh makeup artist profesional. Semua sibuk mengabadikan wajah Nuning, baik lewat foto maupun video. Nuning mengajarkan semua teknik yang ia bisa, tetapi tiap anggota Galeri 37 memilih keahlian sendiri-sendiri. Mereka mengerjakan produk sesuai keahlian mereka.
“Keuntungan kita bagi. Terakhir saya tanya, mereka mau uang atau jalan-jalan? Ternyata mereka memilih jalanjalan. Jadi, kami pun backpackeran ke Solo. Menyenangkan sekali, semua sudah seperti keluarga sendiri.”
Nuning mengaku memulai bisnis ini dari uang belanja yang ia ‘sisipkan’ tanpa sepengetahuan suami. Jika produk sudah terjual, ia akan kembalikan uang yang ia ambil sebagai modal itu. Begitu seterusnya sampai akhirnya Galeri 37 bisa berdiri sendiri dari uang yang berputar.
Berbagi ilmu tanpa biaya
Dengan nama yang cukup dikenal di wilayah Tangerang Selatan, banyak permintaan—termasuk dari institusi pemerintah—agar Nuning memberi pelatihan. Kini, paling sedikit ia mengajar 100 sampai 300 orang, tiga hingga empat kali sebulan. Ia juga mengajar anak-anak penyandang disabilitas di Sekolah Luar Biasa Asih Budi.
“Sangat luar biasa, ternyata mereka antusias untuk belajar,” ujar Nuning. Ia tak menetapkan biaya setiap kali mengajar. “Saya memang menjual produk, tapi ilmu tidak saya jual,” ungkapnya.
Selain dari produk yang sudah jadi, Nuning menjual segala perlengkapan crafting. Ia bercerita pernah didatangi seseorang dari Solo yang belajar selama satu minggu kepadanya dan kemudian membagikan ilmunya saat kembali ke Solo.
“Saya telepon dia dan bilang, kapan saja dia bisa kembali lagi untuk belajar, sebab ia menyebarkan ilmu yang saya ajarkan,” jelas Nuning.
Tak hanya di sekitar Tangerang Selatan dan Jakarta, Nuning sudah mengajar sampai ke Bontang, Lampung, dan Lombok.
Nuning mengaku selalu menyisipkan pesan kepada anak didiknya, atau siapa pun: Jadikan waktu luangmu menjadi uangmu. Manfaatkan barang bekas atau limbah menjadi sesuatu yang lebih berguna. Ia juga mengajarkan untuk tidak takut berkreasi dan berkarya dalam berbagai medium. “Berkaryalah, karena Tuhan yang akan mengirimkan pembelinya.”
Foto: Hermawan Pengarah gaya; Siti H. Hanifiah Rias wajah: Ina Juntak