Pokhara adalah destinasi favorit penggemar petualangan alam bebas—lembah jelita dihiasi danau dan dikitari Pegunungan Himalaya yang pucuknya selalu bersalju. Saya, Maria Sukrisman, datang untuk ikut memuja alam sekaligus menguji adrenalin.
Tahun lalu, tiba-tiba muncul rasa rindu untuk bertualang ke Nepal, sebuah negeri indah di atas awan. Bukan hanya karena musim semi sudah menjelang, tapi juga karena bertepatan dengan diselenggarakannya Holi, sebuah festival budaya yang menarik. Bersama seorang teman, saya berangkat ke Nepal.
Ada empat kota yang kami kunjungi: Kathmandu (Ibu Kota Nepal), Bhaktapur, Nagarkot, dan Pokhara. Namun, kali ini saya hanya ingin menulis tentang Pokhara.
Dari Kathmandu, selama 30 menit saya naik pesawat terbang kecil berbaling-baling dengan kapasitas 20 penumpang menuju Pokhara. Ini pengalaman pertama saya naik pesawat sekecil itu—jujur saja, ada juga rasa deg-degan di hati. Apalagi sesaat setelah pesawat mengangkasa, hujan turun lumayan deras. Namun pemandu wisata saya menyarankan agar saya memesan kursi di sisi jendela agar bisa menikmati apa yang disebutnya “the best mountain view.”
Untungnya hujan tak menghalangi keindahan pemandangan alam dari ketinggian. Dan apa yang tersaji di luar jendela memang sungguh spektakuler. Apalagi ketika pesawat kami melintas di atas gugusan Pegunungan Himalaya yang bertudung salju abadi. Begitu gagah dan megah, sehingga saya mendadak merasa begitu kecil dan tak berdaya di tengah kemegahan alam tersebut.
Tak lama, bagai disulap, tiba-tiba hujan berhenti dan cuaca kembali cerah dengan langit biru jernih. Semangat saya yang sempat meredup kembali bergejolak.
Pokhara Lekhnath—atau biasa disebut Pokhara saja—merupakan kota terluas di Nepal dan berlokasi sekitar 200 kilometer di sebelah barat Kathmandu. Yang membuat kota berbentuk lembah ini sangat istimewa bagi wisatawan adalah karena di wilayah ini berdiri dengan gagahnya Annapurna Range atau gugusan Pegunungan Annapurna— bagian dari Pegunungan Himalaya.
Dari banyak puncaknya, tiga di antaranya (Dhaulagiri, Annapurna, dan Manaslu) termasuk dalam 10 puncak tertinggi di dunia.
Danau Phewa adalah daya tarik Pokhara yang lain. Ketika udara cerah, Annapurna Range yang berpuncak salju terpantul di permukaan danau berair jernih itu. Saking luasnya, danau air tawar yang terhampar di dasar lembah ini terbentang di tiga kota, yaitu Pokhara, Sarangkot, dan Kaskikot.
Di musim semi dan panas, banyak wisatawan beraktivitas di danau ini, di antaranya berenang atau naik perahu. Menjejakkan kaki di Pokhara, saya disambut udara sejuk musim semi yang nyaman mengelus kulit. Pepohonan belum sepenuhnya menghijau, sebagian masih setengah gundul sisa musim dingin.
Yang langsung terasa di hati adalah kehidupan yang sangat teratur, damai, dan nyaman. Tidak heran banyak wisatawan internasional berkunjung ke sini khusus untuk melakukan kegiatan melatih jiwa dan raga, yaitu yoga. Budaya Hindu— agama mayoritas penduduk Pokhara—memang terasa kental di sini.
Di beberapa sudut kota saya menemukan pendeta Hindu yang sedang fokus bermeditasi. Bagi yang senang bertualang di alam bebas, Pokhara juga merupakan basis trekking menuju ke Annapurna Circuit, yaitu jalur trekking terpopuler di dunia, yang menuju ke kaki Himalaya. Ada berbagai jalur trekking—dari yang hanya beberapa jam hingga yang memakan waktu berhari-hari.
Saya makin jatuh hati pada Pokhara begitu menyadari bahwa pusat kotanya ternyata berdekatan dengan Danau Phewa. Saya bukan hanya bisa menikmati pemandangan perahu kayu warna-warni yang memenuhi tepian danau, tapi juga gugusan Pegunungan Himalaya yang bagaikan lukisan alam. Rangkaian acara perjalanan saya ke Pokhara awalnya termasuk mengikuti trekking dengan destinasi yang paling populer dan ringan, yaitu ke Ghorepani Poon Hill.
Namun, apa daya, tepat pada hari H, kaki saya mendadak cedera. Padahal jalur trekking itu harus menaiki seribu anak tangga. Duh, rasanya saya ingin menangis karena gemas dan menyesal. Untuk menghibur hati saya, pemandu lalu mengubah agenda agar kami tetap dapat melihat yang terbaik dari Pokhara, sekaligus merasakan kehidupan dan budaya lokal. Kami lantas dibawa ke sebuah desa tua bernama Dhampus serta ke Bukit Sarangkot.
Cerita tentang negeri indah di atas awan ini berlanjut di halaman berikutnya