Sering kali, kita diajarkan untuk menyimpan atau melupakan saja perasaan yang mengganggu. Ini tak tepat. Gobind Vashdev mengajak kita untuk memeluk emosi itu dan berteman dengannya.
Memilih lari jelas tak menyelesaikan masalah, sementara berlarut-larut di dalamnya pun malah menyakiti. Jadi berusaha melupakannya dengan menenggelamkan diri di pekerjaan, misalnya, jadi pilihan.
Gobind Vashdev menganalogikan diri kita seperti mesin mobil dengan alarm-alarm indikator yang bisa dilihat pengemudi. “Meski kita nggak tahu persisnya ada apa dengan gangguan di sistemnya, kita bisa menyadarinya karena ada peringatan yang menyala,” ujarnya. Nah, kita pun demikian, hal-hal yang dirasa tak beres keluar lewat emosi, seperti sedih, kecewa atau marah. Bedanya, ketika indikator dashboard menyala, kita diajarkan untuk mematikannya, bukan mengecek ke dalam mesin bagian mana yang perlu diperbaiki.
[Baca juga tentang stigma yoga dan bagaimana mematahkannya]
Menurut Vashdev, masalah datang bukan dari luar tapi dari diri kita sendiri. Gampangnya, ini soal perspektif yang memengaruhi cara kita memperlakukan hal-hal dari luar. “Kita direndahkan oleh orang lain, lalu sedih. Padahal, bukan orang lain, kok, yang mendefinisikan kita, tapi kita malah membiarkan orang lain melakukan hal itu.”
Ketika merasa sedih, misalnya, Vashdev menyarankan untuk meresapi perasaan itu. Akui saja kalau Anda memang sedih. “Oh saya sedih karena hal itu. It’s okay, kok, not to be okay. Tapi kemudian, ada apa memangnya?” Di sinilah proses yang disebut Vashdev sebagai ‘memeluk emosi’ itu terjadi. Ia berpesan, “Tengoklah ke dalam diri, ketika alarm menyala, jangan mematikannya.”
Intinya, emosi itu harus menjadi teman kita, maka berkawanlah dengan emosi-emosi diri Anda. Dan ibarat bersama seorang teman, memahaminya akan membuat perjalanan sesulit apa pun terasa lebih ringan. Jika Anda ingin tahu lebih lanjut soal memeluk emosi ini, jangan sampai melewatkan kelas Vashdev di hari kedua Yoga Gembira Festival di Taman Menteng akhir pekan ini. Sampai jumpa!