Saat Ramadan tiba, setiap umat Muslim pasti ingin menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya.
Namun bagi mereka yang pernah sakit, atau punya riwayat sakit, tentu memerlukan penanganan khusus, agar dapat berpuasa. Dalam berpuasa, batasannya bukan sehat dan tidak sehat, tetapi mampu laksana atau tidak. Seseorang pasca sakit masih bisa berpuasa, asalkan memerhatikan asupan kalori saat sahur dan berbuka, serta mencukupi kebutuhan cairan sesuai anjuran dokter.
Istirahat juga diperlukan, namun tidak boleh berlebihan, tetap berolahraga ringan selama berpuasa untuk menjaga kebugaran, serta mengonsumsi obat secara teratur dan mematuhi pengobatan yang dijalani.
Mereka yang baru sembuh dari sakit atau mempunyai riwayat sakit, namun ingin berpuasa, perlu memerhatikan apakah mereka sedang dalam pengobatan intensif atau dalam keadaan penyakit kronis. Jika dalam kondisi itu tetap memaksakan puasa, maka dapat memperburuk kondisi sakit mereka, atau memperlama masa penyembuhan.
Meski demikian, puasa dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk menyusun kembali menu yang salah di luar bulan puasa, dan bagaimana seharusnya mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang, yang dibutuhkan tubuh dalam keadaan dasar/basal.
Untuk itu, hindari protein hewani saat berbuka puasa karena mengandung asam lemak rantai panjang, sehingga sulit dicerna oleh tubuh. Camilan dari beras ketan juga sebaiknya dihindari karena memiliki serat larut air yang rendah.
Hindari pula ubi, singkong, nangka muda, durian, soda, tapai (mengandung gas), serta makanan yang merangsang lain, seperti yang terlalu manis (dodol), terlalu asin maupun terlalu asam. Sementara untuk minuman, kurangi kopi dan teh kental yang mengandung kafein, yang dapat merangsang asam lambung dan bersifat diuretik.
Untuk mengembalikan kadar glukosa darah menjadi normal setelah belasan jam tubuh tidak mendapat asupan makanan, konsumsi karbohidrat sederhana yang terdapat pada gula pasir, gula merah, gula aren, sirop, madu, kurma dan buah-buahan, yang dapat mengembalikan kadar glukosa darah dengan cepat.
Untuk makanan utama, perhatikan pengolahan makanan yang Anda konsumsi. Lakukan kombinasi antara pengolahan tanpa minyak (kukus, rebus) dan dengan minyak sedikit (tumis, panggang).
Untuk satu kali hidangan utama, paling sedikit seseorang akan mengonsumsi empat jenis makanan, yaitu sumber karbohidrat (makanan pokok), protein hewani, protein nabati, sayur/buah. Maka dalam hidangan tersebut, maksimal hanya satu yang boleh digoreng, yang lain diolah tanpa minyak atau menggunakan minyak sedikit.
Riwayat penyakit yang Anda miliki pun akan memengaruhi jumlah dan jenis makanan yang sebaiknya Anda santap saat sahur maupun berbuka puasa.
Hipertensi
Batasi jumlah makanan asin, dan perbanyak makanan sumber kalium, seperti kentang, apel, pisang, belimbing. Untuk meningkatan citarasa makanan, Anda dapat menambahkan bumbu lain yang lebih banyak, seperti daun-daunan, kunyit, jahe, lengkuas, bawang.
Asam urat
Hindari jeroan dan daging, kemudian setelah makanan utama, konsumsi sari buah yang mengandung asam sitrat, seperti sari jeruk.
Dislipidemia (gangguan pada darah yang mengalami kelebihan lipid/lemak)
Batasi konsumsi makanan hewani, makanan yang digoreng dan yang disantan kental.
Diabetes
Sayur yang akan dikonsumsi haruslah yang tidak mengandung energi, hanya serat dan nutrisi mikro, yang dibutuhkan untuk menurunkan indeks glikemik makanan (menurunkan respons insulin terhadap makanan), seperti tomat, mentimun, selada, lobak, oyong.
Foto: 123RF