Tesamoko Memperkaya Bahasa Indonesia
Selain Neng Dara Afifah, penulis Seno Gumira Ajidarma dan Goenawan Mohamad hadir dalam diskusi ini. Seno bercerita bahwa ia pembaca cerita silat karangan Kho Ping Hoo dan sering menemukan kata-kata unik. Kata-kata itu ternyata ada di dalam Tesamoko. Hal ini dapat memperkaya perbendaharaan kata dalam berbahasa Indonesia, terutama dalam bahasa tulis. "Seorang penulis puisi yang membutuhkan kata berima juga membutuhkan Tesamoko untuk menemukan kata-kata yang berakhiran u misalnya; meskipun artinya tidak selalu sama persis," ungkap Seno.
Hal ini diamini oleh Goenawan Mohamad. Menurutnya, sinonim menunjukkan bahwa sepatah kata tak berhenti di satu makna, dan satu makna tak berhenti di satu kata. Ditinjau lebih jauh, masing-masing kata punya makna melalui dan dalam perbedaan yang tak putus-putusnya dengan kata lain, melalui dan dalam hubungan-hubungan yang tiap kali tak berulang. "Baik kamus maupun tesaurus adalah tempat transit," ujarnya.
Kamus dan Tesaurus adalah paket yang tak dapat dipisahkan. Dua buku inilah yang menemani kehidupan Dewi Lestari sebagai penulis buku. Penulis yang akrab disapa Dee ini hadir pula di peluncuran Tesamoko dan berbagi tentang ketergantungannya kepada Kamus dan Tesaurus. "Awalnya karena kebutuhan, tetapi kemudian menjadi cinta. Saya bahkan punya kebiasaan membuka-buka kamus atau tesaurus hanya untuk menemukan kata-kata baru yang bisa mengejutkan saya," kata Dee.
Lalu, mengapa ada tesaurus dan apakah tidak cukup dengan kamus? Perbedaan penyajian tesaurus dan kamus terletak pada penggunaan definisi dan contoh pada kamus, sementara pada tesaurus hanya rangkaian kata yang disusun berdasarkan jaringan sinonim. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui lebih jauh makna sebuah kata, gunakanlah kamus. Namun, jika ingin mengetahui kata-kata apa saja yang mempunyai kemiripan makna sebuah kata, gunakanlah tesaurus.
Foto: Tenni Purwanti