Sering kali terdengar suara teriakan karena ada yang terkena tembakan. Darah bercecer di sana sini. Yang paling shocking, ada adegan kepala tertindas mobil!
Tak ada yang lolos dari serangan peluru. Saking kacaunya kondisi—semua orang saling menembak—saya sampai tak ingat siapa menembak siapa. Film ini bisa disimpulkan dalam satu kata: Chaos!
Adegan awal dibuka dengan suasana malam di tepi pelabuhan. Dari baju para pemain bisa diprediksi bahwa film ini bersetting tahun 70-an. Ceritanya berkisar tentang sebuah komplotan yang ingin membeli senjata M16 dalam jumlah besar.
Gang pembeli senjata terdiri atas Chris yang tampan (Cillian Murphy). Di awal film disebut-sebut kalau Chris berasal dari Irlandia. Selain itu ada Frank (Michael Smiley) yang sudah berumur, dan ada dua orang pembuat onar yang sepertinya suka mabuk-mabukan, yaitu Stevo (Sam Riley) yang mukanya sudah babak belur dan Bernie (Enzo Cilenti). Menemani sekumpulan pria ini, ada sesosok wanita cantik bernama Justine (Brie Larson) yang menjadi broker dari pihak Chris.
Proses jual-beli senjata dilakukan di tengah gudang tua yang sudah ditinggalkan. Di situ geng Chris bertemu dengan geng penjual senjata yang berantakan. Ada Vern (Sharlto Copley) yang genit. Ia mengaku-aku sebagai pria Inggris yang tinggal di Afrika Selatan. Vern didampingi oleh sidekick-nya, Martin (Babou Ceesay). Jika geng Chris diwakili oleh Justin sebagai broker, geng Vern punya broker yang bernama Ord (Armie Hammer).
Sedari awal kesepatan geng Chris dan Vern menemui jalan buntu. Chris cs memesan senjata M16, tapi yang dibawa oleh Vern adalah AR70! Dan parahnya lagi, Vern memaksa geng Chris untuk setuju membeli senjata yang dibawanya walau tak sesuai pesanan. Dengan segala diskusi yang alot, kesepakatan pembelian senjata akhirnya hampir beres. Chris cs bersedia membeli AR70 yang dibawa Vern. Setumpuk uang sudah diserahkan oleh Chris, kemudian dihitung oleh mesin milik Vern. Mobil Vern—tempat menaruh senjata—yang dikendarai oleh Gordon (Noah Taylor) dan Harry (Jack Reynor) masuk ke pabrik untuk menyerahkan senjata ke Chris cs.
Suasana mulai heboh ketika si tukang mabuk Stevo sadar kalau Harry adalah orang yang menggebukinya tempo hari di sebuah pub. Harry melakukannya karena kesal pada Stevo yang melecehkan sepupunya. Parahnya lagi, Stevo memukul wajah sepupu Harry dengan botol minuman keras sampai wajahnya cacat. Dari situ, perkelahian tak terelakan lagi dan peluru mulai ditembakkan ke segala penjuru. Selagi kedua kubu ini berkelahi, ada geng lain yang tiba-tiba datang dan ikut-ikutan menghujani mereka dengan serangan peluru. Sepertinya geng misterius ini ingin membawa kabur uang transaksi penjualan itu.
Menonton “Free Fire” sebaiknya dibawa santai saja. Karena film arahan sutradara Ben Wheatley (“High-Rise”) ini genrenya indie action comedy, maka itulah yang benar-benar Anda dapatkan. Dan baru kali ini saya tidak keberatan kalau ada karakter yang mati. Di film ini tidak ada karakter yang diposisikan jahat atau sebaliknya, yang benar-benar baik. Saya pun tak ambil pusing kalau ada yang tertembak. Sepertinya si penulis naskah juga tidak ingin memanusiakan karakter-karakter ini. Ya mereka seakan hanya kelompok-kelompok yang ingin berjual-beli senjata saja tanpa perlu repot-repot punya latar belakang kehidupan.
Sebagian alur cerita dibiarkan menjadi misteri. Dari awal tidak dijelaskan alasan Chris cs butuh senjata sebanyak itu. Apakah mereka gangster? Atau mungkin, tukang rampok bank? Lalu kenapa geng Vern tidak membawa senjata yang sudah disepakati dan malah menawarkan senjata lain? Sampai akhir, sang sutradara memilih tak menjawabnya, sehingga penonton dibiarkan memiliki khayalan sendiri.
Untuk film yang lokasinya hanya di satu tempat —semuanya ada di pabrik tua—film ini sama sekali tidak membosankan. Ia punya cara yang ‘gelap’—dengan menyiksa orang-orang di dalamnya—plus dengan celetukan–celetukan ajaib untuk menghibur penontonnya. Siapa yang akhirnya selamat? Tonton filmnya!
Foto: StudioCanal UK