Pertengahan Juni 2017, Jakarta Creative Hub dipenuhi perempuan-perempuan yang membawa alat musik.
Saat tim PESONA datang, mereka sudah tiba lebih dulu dengan alat musik masing-masing.
Ini pertama kali mereka difoto untuk majalah sehingga masih bingung apa yang harus dilakukan. PESONA dengan senang hati mengarahkan.
“Pekerjaan kami adalah bermain musik. Kami tersebar dalam berbagai orkestra yang mayoritas pemain musiknya adalah laki-laki. Pekerjaan ini freelance, jadi masing-masing dari kami bisa diminta tampil oleh orkestra mana saja.
“Setelah bertemu di orkestra yang satu, bisa saja bertemu lagi di orkestra lain. Di situlah kami akhirnya mulai berkenalan dan dekat satu sama lain,” ungkap Irma, salah satu anggota.
Tidak ada yang berinisiatif untuk membentuk komunitas musisi perempuan. Mereka pun hampir tak pernah bertemu di luar urusan musik.
Sampai pada Pilkada DKI Jakarta lalu, kondisi Indonesia menjadi memanas akibat perbedaan pilihan politik, perbedaan agama, dan perbedaan
ras—tercetuslah keinginan untuk menyampaikan pesan perdamaian dan persatuan Indonesia melalui musik.
Menjelang Hari Kebangkitan Nasional, selama dua minggu mereka mempersiapkan rekaman live performance membawakan lagu nasional Ibu
Pertiwi.
“Ternyata semua memiliki visi misi yang sama. Kami sebagai musisi ingin menyampaikan pesan perdamaian, karena dalam musik, kita semua
sama. Tidak ada perbedaan agama, ras,” Irma menambahkan.
Formasi saat itu berjumlah 20 orang. Mereka dibantu oleh dua lelaki yang dengan antusias ingin terlibat dalam proyek ini, yakni Wirya Satya (videografer dan fotografer) serta Aryo Setyo (art sound). Mereka bahkan tidak latihan sebelumnya.
Dengan pengalaman bermusik rata-rata 10 tahun, saya tak heran mereka latihan hanya setengah jam sebelum jadwal rekaman. Setelah latihan,
mereka langsung live performance menampilkan lagu nasional Ibu Pertiwi yang direkam dan kemudian di-upload ke YouTube pada Hari
Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2017.
Karena belum punya akun Instagram bersama, selain di YouTube, mereka juga posting di akun Instagram masing-masing dengan hashtag
#SrikandiTakBerpanah. “Karena perempuan semua, kami pilih Srikandi. Ternyata ada orkestra namanya Srikandi. Akhirnya kami tambahkan
Srikandi Tak Berpanah,” jelas Irma.
Sebagai musisi profesional, tak sulit bagi mereka untuk mempersiapkan diri dalam pemotretan PESONA kali ini. Masing-masing memasang alat
musiknya sesuai keahlian. Betty, Josephine, Oki, dan Leticia memegang biola. Stella memegang cello. Irma pada bas. Marini mempersiapkan
flute. Fika pada oboe, Marcia memegang bassoon, Thressia memegang perkusi, dan Carlin mempersiapkan harpa.
Mereka mulai memainkan lagu nasional Ibu Pertiwi yang sudah diaransemen ulang oleh Aubrey Victoria Pratama. Pengunjung Jakarta Creative
Hub langsung teralihkan fokusnya kepada Srikandi Tak Berpanah. Ini pertama kali pula bagi mereka tampil di tempat umum sebagai Srikandi
Tak Berpanah.
Saya merinding mendengar dan menyaksikan langsung penampilan mereka. Meski bukan di ruangan konser, saya seperti sedang menonton konser orkestra, tanpa penyanyi.
Setelah membawakan satu lagu yang diulang dua kali untuk kebutuhan foto, mereka berpindah ke sudut lain untuk foto bersama. Saya bertanya bagaimana kelanjutan kelompok ini, apakah akan berkembang menjadi komunitas atau tidak.
“Perlu dibicarakan lagi. Untuk sementara kami fokus di video ini dulu dan pesan yang ingin kami sampaikan,” ujar Irma.
Srikandi Tak Berpanah berharap Indonesia bisa kembali damai dan toleran. Kelompok ini juga terdiri atas berbagai suku, agama, dan ras. Mereka membawa alat musik yang berbeda, namun bisa menampilkan harmoni dalam sebuah lagu dengan indah.
Usia di antara mereka juga ada yang terpaut jauh, namun tak menciptakan senioritas apalagi superioritas. Semua membaur satu.
Pemotretan hari itu berlangsung cepat karena mereka telah merencanakan akan menonton Orkestra Philharmonic Rotterdam di Taman Ismail
Marzuki. Ini bukan pertama kali pula mereka menonton konser bersama. Antusiasme mereka tampak dari obrolan sebelum berpamitan dengan
PESONA.
Memiliki sekelompok sahabat perempuan dengan antusiasme yang sama pada konser memang membuat hidup terasa lebih menyenangkan.
Foto: Zaki Muhammad
Pengarah gaya: Erin Metasari
Lokasi: Jakarta Creative Hub, Jakarta Pusat