Sinetron Indonesia di TV mainstream boleh jadi masih menawarkan cerita yang lebay dan sering di luar logika.
Tak heran jika drama di layanan video on demand tampil lebih seru tak ubahnya drama Korea, bahkan serial Hollywood. Meski ada cerita di luar logika, plotnya tidak lebay.
Hooq, layanan video on demand yang mengklaim sebagai yang terbesar di Asia Tenggara, bekerja sama dengan Telkomsel mempersembahkan serial drama kriminal, "Brata."
Menonton drama ini (kebetulan saya suka drama kriminal), saya teringat pada mood yang ditampilkan serial drama polisi Amerika "Bosch," sedikit atmosfer serial drama Inggris "Luther," juga film Indonesia "Killers."
Drama ini digagas oleh E.S Ito, yang juga menulis skenarionya bersama beberapa penulis lain. Saya sendiri suka novel karya E.S Ito, Negara Kelima (yang menyelipkan legenda Atlantis ke Pulau Sumatra), juga Rahasia Meede (cerita konspirasi ala Da Vinci Code dengan latar belakang masa kolonial dan mitos emas Monas).
Dalam "Brata," E.S Ito menciptakan tokoh Brata (Oka Antara), polisi yang punya masa lalu kelam sebagai anak jalanan.
Di sekitar Brata, ada dokter forensik Vera (Laura Basuki), dan tiga anak buahnya: Roni, Desi, dan Putut. Ada pula Teja (Bisma Karisma), OB di kantor forensik, paranormal Amara (Ivanka Suwandi), dan Arifin (Yayu Unru), tokoh yang akan menjadi benang merah dari berbagai kasus yang ditangani Brata.
Drama kriminal ini tampil realistis (termasuk segala sumpah serapah); lihat saja cara Brata menangani kasusnya, dan interaksi dengan rekan kerjanya. Kekerasan yang mungkin lumrah terjadi saat investigasi maupun interaksi juga ditampilkan.
Kasus yang ditangani Brata pun beragam; dari penculikan keponakan orang penting alias Arifin, sampai mutilasi yang membuat Brata mencurigai koleganya. Kasus-kasus penting Brata ternyata berkaitan dengan orang-orang yang terlibat dalam pembebasan tanah yang dijadikan distrik bisnis.
Tayang mulai 7 September di layanan video on demand Hooq, drama kriminal ini terdiri atas enam episode.
Foto: Hooq