
Pada 2005, ia mulai bekerja untuk World Bank, dan secara berkala memegang beberapa posisi, mulai dari bidang infrastruktur, project financing, energy specialist, hingga Advisor to the Country Director.
Pada 2009, Indonesia mengalami pergantian kabinet pemerintahan. Di era itulah ia beralih karier ke ranah pemerintahan. Ia direkrut menjadi staf khusus Gita Wirjawan, yang kala itu menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Gita belakangan diangkat sebagai Menteri Perdagangan RI.
Pada masa itu, Sati juga membangun Strategic Review, sebuah jurnal yang berfokus pada topik-topik seputar kepemimpinan, kebijakan dan isu dunia. Sati berhenti bekerja di pemerintahan pada 2011 ketika mendapat program Fellowship di Yale, AS. Ketika itu ia merasa perlu hiatus.
Sekembalinya dari AS, Sati tidak kembali ke pemerintahan, tetapi bekerja bagi Endeavor Indonesia. Di sanalah ia mengekspresikan dirinya (Ya, ia menganggap karier adalah ruang untuk berekspresi), membantu para wirausahawan lokal untuk berkembang.
“Kami statusnya non-profit, tapi tidak sepenuhnya di ranah publik. Ini di persimpangan antara sektor privat dan publik,” ujar Sati mengenai posisinya dan Endeavor.
Sati merasa posisi yang berada di persimpangan antar kepentingan memiliki daya tarik tersendiri. “Saya merasa bahwa orang-orang yang bekerja di sektor publik, kemungkinan sudah paham tentang pentingnya social impact.
“Sementara, orang-orang yang bekerja di sektor swasta mungkin tidak semua paham. Jadi yang menarik ketika bekerja di intersection itu adalah jika kita bisa meyakinkan mereka bahwa social impact itu amat penting,” jelasnya.
Hal tersebut bukan berarti Sati tak bisa melihat kelebihan dari sektor privat. Menurut Sati, orang-orang dari sektor swasta itu memiliki mobilisasi yang lebih cepat. Mereka juga punya resources dan tentu juga kemampuan intelektual.
Semua hal tersebut membuat sebuah tujuan bisa diraih lebih cepat. Ia melihatnya sebagai sebuah tantangan, bagaimana mengubah pemikiran mereka sehingga tertarik untuk berkontribusi terhadap publik.
Caranya bisa macam-macam, mulai dari menjadi role model atau membuat lapangan kerja lebih banyak. Apa pun, asalkan mereka dapat menganggap social impact tak kalah penting dari sekadar menghasilkan profit.
Di sisi lain, ia juga menyadari bahwa hal tersebut bukannya tanpa tantangan. “Apalagi, jika kita bermain di level kebijakan. Ini akan lebih lama,” jelasnya.
Sati Rasuanto bicara tentang kontribusinya untuk komunitas di halaman selanjutnya