Menyabotase kebiasaan
“Ada tiga macam konsumen: ‘Petualang’, ‘follower’, dan ‘late follower’. Jika kita ingin merebut pasar, maka fokuslah pada yang petualang dulu. Mereka inilah yang paling suka mencoba-coba,” jelas Cyltamia, ketika ditanya mengenai siapa yang mesti disasar pelaku bisnis online dan e-commerce baru.
Apa yang dikatakan oleh Cyltamia juga terjelaskan dari kacamata neurosains. Taruna mengatakan bahwa kebiasaan memang bisa berubah, “Karena saraf-saraf di otak juga beregenerasi.” Itu artinya, ada ruang bagi kebiasaan baru untuk masuk.
Seseorang bisa ‘menimpa’ kebiasan lamanya dengan yang baru. Tidak mudah, memang, tapi bukan berarti tidak mungkin. Hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah merancang “cue,” “routine,” “reward,” dan “punishment” baru untuk para konsumen.
Jika diterjemahkan menjadi ‘alat-alat’ pemasaran, hal itu bisa berupa “kupon diskon belanja online,” layanan “gratis ongkos kirim,” promosi “belanja tanpa repot keluar rumah,” dan seterusnya. Lakukan itu secara konsisten dan profesional.
Meski demikian, agar kebiasaan baru bisa tertanam, seseorang juga memerlukan predictive analytics tentang kapan tepatnya seseorang membutuhkan sesuatu. Jadi, ini bukan berpromosi secara sembarang dan sporadis. Bayangkan diri Anda sebagai ‘penyelamat’, bukan ‘spammer’.
Ketika Anda menguasai statistika, Anda akan tahu kapan seseorang akan berulang tahun. Kirimkanlah kupon diskon berbelanja. Anda juga bisa tahu, dari catatan pencariannya, jika seseorang kemungkinan sedang hamil. Maka kirimlah newsletter berisi sederet barang-barang bayi yang sedang diskon.
“Musim juga penting di Indonesia,” jelas Cyltamia. “Ketika musim hujan, misalnya, orang malas keluar rumah. Kita bisa memberi beragam kemudahan penawaran.”
Fanie dan Fabelio juga melakukannya. “Pada Lebaran lalu,” jelas Fanie, “penjualan Fabelio meningkat hingga 100%.” Kini Fabelio telah berusia sekitar satu setengah tahun, dan bisnis berjalan baik. Pertumbuhan mencapai 60 kali lipat, dan ia telah menjangkau 2.000 rumah di seluruh Indonesia. Namun di luar itu, satu hal yang tak kalah penting adalah, secara perlahan, Fabelio mengikis stigma lama soal membeli furnitur.
Jangan-jangan, membeli furnitur memang bisa menjadi semudah membeli pakaian....