“Hi, my name is Sabrina. I have this idea about cocoa, can we meet and can we talk?“ begitu Sabrina Mustopo menulis surat elektroniknya.
CEO dan pendiri Krakakoa, sebuah perusahaan cokelat craft, ini belum tentu mengenal orang yang ia kirimi surat tersebut.
Berbekal sebuah ide, Sabrina Mustopo mencoba mewujudkannya. Dari surat tersebut, jaringan yang berhubungan dengan cokelat mulai berkembang. Sabrina mulai mengenal WWF, sebuah organisasi nonprofit yang bergerak di bidang konservasi lingkungan.
Dari situ ia mengetahui tentang program penghidupan yang lestari (sustainable livelihood) di Lampung yang kemudian memungkinkan Sabrina bertemu dengan para petani cokelat.
“Saya tidak tahu tentang cokelat sama sekali, no basic understanding,” ceritanya.
Awalnya, Sabrina bekerja di perusahaan konsultan manajemen multinasional McKinsey & Company. Selama enam tahun bekerja sebagai konsultan untuk pertanian internasional dan pembangunan berkelanjutan, Sabrina membaca sebuah laporan tentang pertanian Indonesia.
Ia terkesima melihat angka produksi kakao Indonesia yang cukup banyak hingga menjadi negara produsen terbesar ketiga di dunia.
“Tapi mengapa jika ke supermarket, pilihan cokelat Indonesia sangat terbatas? Semua cokelat kualitas terbaik masih diimpor dari Eropa.”
Hal tersebut menggelitik benaknya. Ia mulai mengidentifikasi masalah. Lulusan Cornell University ini kemudian mempelajari industri cokelat secara saksama.
Yang ia temukan adalah produksi kakao di Indonesia semakin lama semakin turun, pendapatan petani cokelat sangat minim, kualitas cokelat pun menurun. Sabrina melihat ada kesempatan untuk melakukan sesuatu untuk mengatasi problem ini.
Let’s think of a way to pay farmers a lot more and produce high quality product. Let’s start a business to solve all the problems that we see. Inilah ide awal berdirinya Krakaoa pada 2014.
Dan Sabrina mulai mencicipi bisnis cokelat