Sore itu saya sudah memiliki janji untuk bertemu Tara Abuchari, ibu dari dua putri yang bekerja sebagai guru.
Saya bertemu Tara di kediamannya yang terletak di Rempoa, Jakarta Selatan. Tidak sulit untuk menemukan rumah tersebut, karena terlihat berbeda dari rumah di sekitarnya.
Gerbangnya terbuat dari kayu yang dicat warna abu-abu dan disusun berjajar secara horizontal. Dua mobil dapat beristirahat di area garasi dikelilingi oleh tanaman heliconia. Tidak seperti di area depan rumah pada umumnya, suasana di sini lebih terasa seperti berada di halaman belakang, tanpa pintu.
Ada dua lampu gantung berwarna putih serasi dengan warna tembok serta ubin. Beberapa pot dengan tanaman kecil di dalamnya seakan mengisi tembok putih tersebut. Uniknya, ada satu titik di rumah itu yang diminta oleh pembuat rumah, Dendy Darman, agar ditanami pohon.
Begitu saya masuk ke garasi, ada sebuah pohon kecil yang tertanam di area sebelah kanan—pohon tersebutlah yang diinginkan Dendy. “Dendy meminta supaya di titik tersebut ditanami pohon apa pun, saya sendiri tidak tahu apa nama pohon tersebut,” jelas Tara. “Sepertinya supaya terlihat bagus.”
Di sebelah kanan dan kiri bangunan ada pintu kecil yang sewarna dengan gerbang. Kedua pintu tersebut adalah akses menuju pintu utama, walaupun hanya satu saja yang lebih sering dipakai. Melalui celah yang ada pada pintu, saya melihat gambar avokad menghiasi tembok abu-abu pembatas dengan tetangga.
Sambil melintasi jalan berbatu kerikil, saya menyusuri lorong dengan pemandangan mural avokad karya Ryan “Popo” Riyadi. Mural tersebut terinspirasi cerita rakyat di Eropa mengenai petani yang sedang menggiring tikus. Namun khusus untuk mural ini, si tikus diubah menjadi avokad, karena kecintaan Ailsa Abuchari, kakak Tara, terhadap buah.
Rumah ini sebenarnya rumah Ailsa, kakak Tara, yang tinggal di Den Haag, Belanda. Kini, Tara yang menempati sementara rumah itu sekaligus merawatnya, dan menjadikannya rumah di akhir pekan. Alasannya simpel saja—suasananya tenang, tidak terasa seperti Jakarta. “Selain itu, jadi tempat nongkrong sama teman-teman.”
Sambil bersantai di dalam rumah, kita bisa melihat langsung taman yang hijau. Di taman tersebut terdapat beragam jenis tumbuhan buah-buahan. “Kakakku ingin ada beragam tanaman, jadilah kami menanam rambutan, jambu biji, dan juga nanas,” cerita Tara.
Hijaunya area rumah tidak berhenti sampai di situ. Ketenangan dari warna bumi dipilih oleh Dendy Darman untuk interior di dapur. Warna hijau agak kecokelatan membuat suasana menjadi unik, karena saya tidak biasa melihat warna seperti itu pada rumah-rumah umumnya. Diakui oleh Tara, Dendy sendiri yang mencampur warna untuk menghasilkan hijau yang sedemikian rupa.
Seperti sudah menjadi ciri khas dari karya Dendy, area dapur, ruang makan, serta area televisi, digabung menjadi satu. Area yang terbatas dan tanpa sekat membuat ruangan tidak terasa sempit.
Plafon di atas area televisi juga dibuat lebih tinggi dari ukuran standar agar sirkulasi udara bergerak lebih leluasa. Adanya jendela berbentuk panjang horizontal di area dapur membuat pemilik rumah lebih mudah memperhatikan tamu yang masuk.
Di lantai dua, terdapat tiga buah kamar yang cukup besar serta satu kamar mandi. Di setiap kamarnya terdapat jendela kecil yang berguna untuk udara dan cahaya masuk di siang hari. Salah satu kamar terlihat berbeda, karena memiliki jendela besar. Kita dapat melihat langsung ke area ruang santai di bawah.
Hunian ini begitu simpel, namun menjadi tempat yang tepat untuk ‘pelarian’ Anda di akhir pekan.
Foto: Dhany Indrianto
Pengarah visual: Erin Metasari