Banyak barang—termasuk tanaman tropis di berbagai sudut—merupakan peninggalan orang tua yang dipoles ulang. Ada kursi-kursi bekas yang sarung kulit oscar-nya diganti dengan kain yang didesain sendiri. Ada juga tanaman Sirih Gading pemberian ibu.
Untuk barang-barang baru, biasanya Mhya membuat sendiri, atau membeli ketika sedang traveling. Ada artwork ukuran besar bertuliskan “This is not an artwork” yang dilukis bersama suami. Ada pula gong klasik yang diboyong dari Bali, juga pintu kayu jati dari Madura. Semua berpadu apik di ruang tengah.
Alunan musik house itu rupanya berasal dari portable speaker di dapur. Dapur Mhya, terletak persis di samping kolam renang, adalah surga bagi penyuka masak. Ruang itu cukup luas, dengan perlengkapan memadai untuk berkreasi. Gemericik air kolam renang plus pendar matahari pagi membawa ketenangan tersendiri di ruang itu.
Di bagian atas salah satu rak, botol-botol wine berbaris sepanjang dua meter—Casillero del Diablo Aleatico, Fortant, dan banyak lagi. Tak terelakkan, pikiran saya melayang mendahului hari. Saya membayangkan suasana malam, ketika sinar matahari berganti remang lampu, dan musik chill house mengalun pelan (dalam Bahasa Prancis, mungkin) mengiringi keluarga dan teman yang bercengkerama.
“Mulai dari sini adalah ruang privat,” kata Mhya ketika kami melalui pintu jati yang dibelinya dari Madura. Ke kiri adalah kamar utama, ke kanan adalah kamar putrinya, Nada. Saya melangkah ke kiri dan mendapati kamar luas dan nyaman. Kayu yang dipoles halus menadahi ranjang ukuran besar. Di tembok, satu artwork berbunyi, “Sleeping is the best meditation.”
Tetapi yang membuat kamar itu lebih unik adalah jendela-jendela besar yang bisa dibuka layaknya pintu. Ketika terbuka, tak ada lagi yang memisahkan antara kamar dan kolam renang. Di tempat itulah Mhya biasa bermeditasi atau melakukan kundalini yoga, aktivitas yang belakangan digandrungi.