Bagi wanita kelahiran Jakarta, 24 Juli 1969 ini, dunia film bukanlah barang baru yang menyilaukan matanya. Lahir sebagai putri aktor Bambang Irawan –aktor papan atas Tanah Air di tahun ’70-an—sejak lahir Ria sudah terpapar dunia film. Sejak usia 4 tahun ia bahkan sudah tampil sebagai figuran di berbagai film, meskipun saat itu ia masih menganggap kegiatan syuting sebagai permainan dan lokasi syuting sebagai playground-nya.
Pahit manis dunia film juga sudah dirasakannya sejak kecil. Selain menjadi aktor, Bambang Irawan juga memiliki perusahaan film bernama Agora. Pada suatu hari, beberapa pemodal batal menanamkan modal, sementara Bambang Irawan sudah telanjur meminjam uang untuk biaya produksi sejumlah film. “Saya ingat betul, pagi itu seperti biasa saya pergi ke sekolah dari rumah, dan ketika pulang sekolah, rumah kami sudah disita,” kenang Ria. Maka mereka sekeluarga pun terpaksa angkat kaki dan pindah ke rumah kontrakan.
Ketika Bambang masih aktif jadi aktor, istrinya –Ade Irawan—belum menjadi aktris film. Baru setelah sang suami mulai sakit-sakitan –selama 3 tahun dan akhirnya meninggal dunia—Ade baru terjun ke dunia film, menggantikan peran suaminya untuk menafkahi keluarga. Waktu ayahnya meninggal, usia Ria baru 10 tahun. “Jauh sebelum muncul istilah wanita kepala rumah tangga, ibu saya sudah menjalani peran itu sejak puluhan tahun lalu. Ibu yang semula hanya ibu rumah tangga biasa, tiba-tiba dituntut menjadi tulang punggung keluarga, memenuhi kebutuhan hidup dan sekolah kelima anaknya yang masih kecil-kecil, sekaligus membiayai pengobatan suaminya,” tambah anak bungsu dari 5 bersaudara ini.
Karena harus hidup hemat, mereka tak punya pembantu rumah tangga. Maka ketiga anak gadis –Dewi, Atri, dan Ria—harus berbagi tugas rumah tangga. Ria kebagian tugas mencuci piring. “Dan dengan alasan belajar bersama, saya juga sering numpang makan siang di rumah teman- teman, ha..ha..ha…,” kenang Ria. Kerap terjadi, hanya diberi tahu lewat surat, sepulang sekolah Ria dijemput oleh kru film dengan mobil, lalu diantar ke lokasi syuting untuk mengisi peran dadakan sebagai figuran. Tak ada rasa takut atau curiga sedikit pun, meskipun waktu Ria masih duduk di bangku SD.
Seperti umumnya wanita berdarah Minang, Ade Irawan mendidik ketiga putrinya agar menjadi perempuan tangguh, berani, tidak cengeng, dan mandiri (“tapi tidak berlaku untuk anak-anak lelaki,” kata Ria, ngakak). Sejak remaja, ia juga sudah mandiri secara finansial dari hasil main film. Seperti ajaran sang ibu, setiap kali mendapat honor main film, 50% langsung ia tabung, 25% untuk kebutuhan hidup sehari-hari, dan 25% untuk senang-senang.
Ibunya juga selalu mengajarkannya untuk berani menghadapi hidup. “Ibu hanya berpesan, ‘musuh pantang dicari, tapi kalau ada, pantang dielak. Lawan!’ Jadi kalau ada yang menyangka saya gadis liar yang senang berpetualang seks, apalagi bisa ‘dibeli’, wuiih… salah alamat, kali! Yang pasti, nggak ada itu kata ‘ganjen’ dalam kamus saya. Yang ada sih, saya malah frigid,” katanya, tertawa.
Rekomendasi Film Horor untuk Ditonton Malam Ini
Lima film horor ini dijamin bikin Anda tak mau bergerak hingga film selesai. ... more
Libur Lebaran Nonton Film Nominasi Oscar 2021
Film-film terbaik untuk ditonton sepanjang liburan ini. ... more
7 Drama dan Film Lee Je-hoon Wajib Nonton, Termasuk Taxi Driver
Sopir taksi jagoan ini punya portofolio yang bervariasi. ... more