Tahun 2002 adalah masa-masa yang kurang menyenangkan bagi Melly. Ia sering bolak-balik ke dokter karena masalah THT. Kondisi itu mendorong Melly mengonsumsi makanan organik.
Dokter pun mendapati tubuh Melly secara aktif mengeluarkan racun. Sejak saat itu, Melly diminta untuk melanjutkan kebiasaan mengonsumsi makanan organik.Berbekal pengalaman itu, Melly jadi rajin memasak makanan organik sendiri. Sesekali, ia akan membagikan kreasinya via jaringan pertemanan. Ujung-ujungnya, teman-teman Melly yang lain pun jadi ikut penasaran dan mulai memesan.
Kala itu, Melly bergerilya, mengirimkan pesanan satu per satu, door to door. Barulah pada 2003 ia membuka toko bernama Organic Vegetables di Kemang, Jakarta Selatan. “Saya sengaja tidak pakai nama Melly Manuhutu, karena saya pikir, siapa, sih, yang kenal? Pede banget,” canda Melly.
Dalam membangun toko, Melly tak segan mengotori tangannya. Ia mengemas sendiri sayur-mayur pesanan klien, juga naik-turun gunung untuk mengecek kondisi tanaman. Bagi Melly, tantangan bisnis itu adalah menjadi penengah antara hulu dan hilir.
Misalnya, bagaimana menjelaskan kepada konsumen ketika produk yang diminta tidak ada karena gagal panen. Maklum, karena tidak menggunakan bahan-bahan kimia dan artifisial, pertanian organik memiliki risiko gagal panen lebih tinggi.
Seiring waktu, Melly mulai mendapat banyak pelanggan tetap. Umumnya, mereka adalah ekspatriat, atau orang-orang sibuk. Banyak dari mereka memanfaatkan layanan delivery. Tren ini membuat Melly, pada 2008, memutuskan memindahkan tokonya ke daerah Depok, Jawa Barat. Lokasi bukan lagi pertimbangan utama. Ia juga mengganti nama toko menjadi Organik Melly Manuhutu.
Meningkatnya popularitas membuat Melly sering ditawari berbagai produk hasil pengusaha organik dari berbagai kota. Akhirnya, selain sayuran segar, toko Melly menjual garam, teh, mi, chia seeds, dan produk organik lain. Toko pun berubah menjadi retail makanan organik. Meski demikian, tak sembarang produk ia terima.
Untuk produk jadi. Melly akan mengecek apakah produk itu telah memiliki izin dari BPOM. Untuk petani sayur, biasanya Melly mengecek sayuran ke laboratorium IPB. Terkadang, ia malah survei secara langsung.
Membangun bisnis organik tidaklah mudah. Tantangannya besar, mulai dari hasil panen yang tidak bisa ditebak hingga tuntutan konsumen yang besar. Banyak pengusaha jatuh-bangun, bahkan gulung tikar karenanya. Seorang teman bertanya kepada Melly soal mengapa ia bertahan di bisnis organik. “Saya senang bekerja di bidang yang situasinya under pressure. Semakin besar tantangan, semakin saya tertarik,” jelasnya.
Namun di sisi lain, Melly melihat makanan organik bisa menjadi obat bagi diri dan keluarganya. “Apa yang kita makan adalah obat untuk tubuh kita. Jadi, saya membiasakannya. Sejak hamil sampai anak-anak besar, saya selalu masak sendiri dengan bahan-bahan organik yang tersedia.”
Selain mengurus usahanya, kini Melly aktif di komunitas Perwira (Perkumpulan Perempuan Wirausaha Indonesia). Lewat komunitas itu, ia bisa melakukan sosialisasi mengenai beragam produk dan manfaat pangan organik. “Di mana saja saya berkesempatan bertemu masyarakat, saya akan mengajak mereka ngobrol soal organik.”
Foto: Hermawan
Pengarah visual: Dian Prima