Setiap ruang dan sudut yang didesain berbeda berhasil menciptakan rasa tersendiri bagi penghuni dan pengunjung rumah.
Walaupun tidak familiar, kehangatan langsung terasa ketika saya menginjakkan kaki di salah satu perumahan di kawasan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Rumah-rumah yang ada di sana umumnya kokoh, tidak minimalis, dan hampir semuanya bergaya tradisional. Maklum saja, perumahan tersebut sudah berdiri sejak tahun 80-an.
Ketika berkeliling, terlihat salah satu rumah di depan taman. Meski berada di tengah kerindangan, rumah itu tampak begitu menonjol, karena gayanya yang berbeda dibandingkan rumah-rumah di sekitarnya. “Fasadnya bergaya farm house,” jelas pemilik rumah, Pipiet Noor.
Pada tampak depan, warna putih mendominasi, dipadupadankan interior berwarna hijau lumut serta hijaunya tanaman. Membuat rumah itu terlihat sejuk dan segar. Memasuki area rumah, terlebih dahulu saya melewati pagar kayu berwarna putih untuk mencapai garasi yang hanya cukup untuk satu mobil.
Area sisanya tertutup, yang ternyata dijadikan tempat cuci dan jemur pakaian. Pintu hijau yang cukup tinggi—sekitar dua meter—berdiri di sebelah kanan saya, terlihat kokoh dan kuat. Pemilihan warna hijau membuat ‘nyawa’ rumah semakin hidup.
“Di depan adalah ruang tamu, namun jarang kami pakai,” jelas Pipiet. Alhasil, area tersebut hanya menjadi tempat ‘lewat’ para tamu, bahkan kursi pun tidak terlihat. Temboknya dari bata timbul, dengan hiasan dinding berbentuk rusa serta tanaman di setiap pojok.
Silaunya matahari di luar rumah sekejap meredup dipeluk ruangan yang teduh. Pemilihan warna yang berbeda drastis di setiap ruang membuat mood orang yang berkunjung ikut berubah-ubah.
Seperti sudah diarahkan, dari ruang tamu, saya bisa melihat suasana ruang keluarga. Besar dan nyaman. Kesan luas tercipta karena dibangun tanpa sekat. Pembatasnya adalah dapur serta island table. Yang membedakan area-area tersebut adalah pemilihan keramik yang digunakan. Untuk dapur, pemilihan tegel bermotif nuansa pastel membuat ruangan terlihat lebih berwarna tanpa terlihat berlebihan.
Ruangan terasa makin luas saat pintu geser dari kaca menuju area taman belakang dibuka. “Sengaja dibuat seperti ini, agar bisa menampung banyak orang kalau kami punya acara,” ujar Yosep Dimas, suami Pipiet, sambil menggeser pintu. Agar anak mereka, Maria Anindita Amasti, aman berlarian, tinggi ruang keluarga dan taman dibuat sama.
Yang membedakannya hanya bahan pada dasar lantai. Pemilihan kayu ulin pada area taman belakang digunakan agar awet, karena kayu ulin tahan terhadap air hujan. Yang unik, ada semacam ambalan yang dibuat di bawah pohon rindang di area taman—yang tidak begitu besar.
Ambalan tersebut dibuat untuk menutup sumur yang cukup besar, untuk melindungi anak-anak agar tidak kecemplung. Bersantai di atas ambalan semakin nyaman sambil mendengar suara aliran air dari kolam ikan mungil. Menikmati angin sepoisepoi, sambil memandang ke arah tanaman li kuan yu (curtain creeper) yang menggantung hijau membuat mata terasa adem.