Di dunia kuliner yang punya disiplin tinggi dan penuh hal-hal tak terduga, kunci sukses Petty Elliott adalah percaya pada kemampuan diri tapi tetap rendah hati untuk terus belajar.
Hari itu Petty Elliott tengah memasak hidangan Gohu Ikan Tuna dan Woku Belanga. Ia juga menyiapkan cincau dari daun yang ia petik dari pohon cincau di halaman rumahnya yang tenang di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan. Melihat semua itu, saya seperti kembali ke masa kecil dulu, ketika ibu saya memasak di rumah, dan saya diminta duduk manis di dekatnya. Dan hari itu saya kembali menyaksikan bahan-bahan mentah berubah bentuk dan warna, lalu berpadu menjadi hidangan lezat yang menebarkan aroma yang membangkitkan selera makan.
Ada banyak hal tersimpan dalam tiap masakan yang dihidangkan. Ada pula pengalaman dan memori berbeda bagi tiap orang. Makanan juga punya nilai kultural. Tradisi makan komunal ada di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya Manado, tempat asal Petty. Orang-orang makan bersama dengan alas daun pisang yang digelar memanjang dan makanan tersaji di atasnya. Kerukunan hidup bersama menjadi nilai yang tersirat dalam kegiatan makan.
Bagi masyarakat modern, makanan juga tak sekadar memenuhi kebutuhan perut. Sebab, tiap individu punya latar belakang kultural berbeda yang menuntut kepuasan yang berbeda pula. Maka Petty pun belajar membuka wawasan selebar-lebarnya untuk bisa memuaskan lidah tamu-tamunya, namun tetap menggunakan bahan alami.
“Cooking is also a responsibility, karena semua yang kita makan seharusnya bersifat natural. Buat saya, kalau sampai ada tambahan pengawet pada makanan, it’s a crime,” tegasnya. Tanggung jawab ini sekaligus menjadi nilai plus untuk mempromosikan masakannya. “Apalagi saya juga punya misi memperkenalkan banyak masakan Indonesia yang pamornya belum terangkat, misalnya dari Nusa Tenggara.”
Soal memperkenalkan masakan yang belum populer, Petty melihatnya sebagai tantangan bagi para chef. Keahlian dan keterampilan chef Indonesia sudah banyak yang mumpuni. Tapi untuk mengangkat masakan Nusantara ke level dunia, harus ada tekad khusus dan harus lebih aktif. “Chef-chef kita seharusnya lebih percaya diri tampil di event-event kuliner internasional untuk mempromosikan masakan-masakan daerah,” ujar Petty bersemangat.