Aktris Acha Septriasa meraih Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik di Festival Film Indonesia 2012 saat memerankan tokoh Tata dalam film “Test Pack.”
Tata adalah seorang perempuan yang tak kunjung hamil setelah menikah bertahun-tahun. Situasi yang memicu konflik itu membuat suaminya (diperankan Reza Rahadian) berpaling ke mantan kekasihnya.
Film yang juga masuk nominasi sebagai Film Favorit di Indonesian Movie Awards ini merupakan adaptasi dari novel berjudul sama yang ditulis oleh Ninit Yunita, 39, di tahun 2005.
Perjalanan novel ini sampai hadir di layar lebar ternyata cukup panjang dan berliku. Pada tahun 2005, Ninit sudah meneken kontrak dengan SinemArt, namun sampai lima tahun tidak juga difilmkan. Ia kemudian mengambil kembali hak adaptasinya dan menerima tawaran dari Starvision.
“Saya tidak tahu apa yang terjadi sampai film itu tak kunjung diproduksi. Mungkin PH (production house)-nya memiliki prioritas sendiri. Saya, sih, tidak apa-apa, lagi pula sudah dibayar,” kenang Ninit, lalu tertawa kecil.
Namun, meski Starvision sudah mengontrak Ninit di tahun 2010, ia masih harus menunggu dua tahun lagi sampai film “Test Pack” hadir di bioskop.
Pengalaman itu tidak lantas membuat Ninit kapok atau lebih selektif. Ia malah menerima tawaran menulis novel dan skenario secara paralel untuk film “Mari Lari.” “Penontonnya memang lebih sedikit ketimbang Test Pack, tetapi saya paling menyukai ceritanya,” ungkap Ninit.
Mungkin karena bekerja tanpa beban, wanita yang baru pertama kali menulis skenario film itu malah terpilih menjadi nominee Penulis Skenario Asli Terbaik di Festival Film Indonesia 2014.
Meski sudah memiliki prestasi sejauh itu, Ninit mengaku lebih menikmati menulis novel daripada menulis skenario. “Waktu itu saya hanya ingin menantang diri sendiri. Setelah itu, sampai kini belum terpikir akan menulis skenario lagi,” katanya, santai.
Novelnya yang lain, “Ku Kejar Cinta ke Negeri Cina,” juga diadaptasi ke layar lebar di tahun yang sama dengan penerbitannya. Menyusul novel “Kok Putusin Gue” yang diadaptasi ke film pada 2015, meskipun novel ini ditulis di tahun 2004.
Ninit mengaku tidak banyak terlibat dalam proses pembuatan film yang diangkat dari karya-karyanya. “Penulis, kan, beda-beda. Memang ada yang menjaga betul novelnya, supaya filmnya tidak lari ke mana-mana. Sementara saya justru penasaran akan jadi seperti apa filmnya kalau dilepas begitu saja,” katanya.
Ia memang diizinkan ikut memilih sutradara dan penulis skenario, bahkan juga pemain. “Untuk sutradara, saya suka Monty Tiwa. Sementara skenario Test Pack ditulis oleh suami saya sendiri (Adhitya Mulya, juga seorang penulis—red). Karena itu, untuk novel terbaru yang akan difilmkan, penulisan skenarionya kembali saya percayakan pada suami.
“Tapi untuk lain-lainnya, saya percayakan pada produser saja, karena mereka pasti lebih tahu dan lebih mengerti tentang film dibanding saya,” jelas Ninit.
Di tahun ini, novelnya yang berjudul Travelers’ Tales sedang dalam proses adaptasi untuk dijadikan film. Skenarionya sudah mulai ditulis oleh sang suami. Novel ini merupakan karya kolaborasi Ninit, Adhitya, Alana Setya, dan Iman Hidajat.
“Banyak PH yang tertarik, tetapi kendalanya ada di setting film. Soalnya, novel ini bercerita tentang perjalanan seorang traveler ke 19 negara. Ada PH yang menawar agar syutingnya diganti di Indonesia saja, tapi saya tidak rela. Jadi saya memutuskan untuk menunggu PH yang mau pakai setting sesuai novel,” kata ibu dua anak ini.
Karena sudah terjun ke dunia film, Ninit mengaku cukup mengerti soal bujet dan memilih lokasi. “Saya mengerti kalau lokasinya banyak, syutingnya juga ribet dan boros. Tapi, asalkan tidak terlalu jauh dari novelnya, mungkin tetap masih bisa dicoba. Bagaimanapun, hidup ini perlu kompromi.”
Novel-novel yang ditulis Ninit memang lebih bercerita tentang persoalan keseharian, dan bukan novel religi. “Sejauh ini saya memang memosisikan diri netral saja, tidak ingin membawa identitas keagamaan dalam novel-novel saya,” katanya.
Namun sebagai wanita berhijab, sesekali ia ingin juga menulis novel Islami seperti penulis lainnya. “Tetapi saya ingin yang lebih smooth. Cara menyampaikan hal-hal tentang Islam-nya lebih halus.”
Foto: Denny Herliyanso
Pengarah gaya: Erin Metasari
Rias wajah: Ina Juntak