Peter Jackson memantapkan namanya sebagai salah satu sineas mumpuni dunia lewat trilogi "The Lord of the Rings," disusul "King Kong" dan trilogi "The Hobbit."
Kali ini ia mengadaptasi novel remaja karya Philip Reeve, "Mortal Engines," dengan sutradara Christian Rivers dan pemain yang nyaris tak dikenal di Indonesia, kecuali Hugo Weaving ("The Matrix" dan "The Lord of the Rings").
Dengan setting distopia, film ini bercerita tentang masa depan setelah Perang Energi yang menghancurkan Bumi. Para survivor membangun kota yang mobile, sehingga semua hidup di atas roda alias mesin.
Kota yang besar di Barat, seperti London, memburu kota-kota lebih kecil, sementara di Timur ada Shen Guo, yang membangun Tembok Perisai untuk para penghuninya yang hidup menetap, jauh dari London.
Meski dipimpin Wali Kota, sebenarnya yang berkuasa di London adalah arkeolog Thaddeus Valentine (Hugo Weaving), yang diam-diam mengumpulkan teknologi era lama untuk ambisi liciknya.
Ia diserang oleh Hester Shaw (Hera Hilmar), gadis sebatang kara yang ingin membalaskan dendam kematian sang ibu, Pandora Shaw, yang selama ini dikenal sebagai ilmuwan terhormat.
Petualangan Hester di atas London, juga di Dunia Luar, mempertemukannya dengan Tom Natsworthy (Robert Sheehan), penduduk London yang bersahabat dengan Katherine (Leila George D'Onofrio), putri Valentine. Bersama Hester, Tom bertemu Anna Fang (Jihae Kim), pemberontak Anti-Traksi, yang dicari-cari Valentine.
Menonton film ini seperti menyaksikan "Mad Max" versi remaja dan lebih ringan. Kejar-kejaran di tanah tandus, berisiknya suara mesin, hingga para penduduk London yang haus hiburan melihat kota kecil diburu (kalau yang ini mirip "Hunger Games").
Efek visual cukup oke (terutama di Airhaven, pelabuhan udara mengambang); tapi karena saya termasuk yang menonton film ini karena embel-embel Peter Jackson, film ini seperti kurang bumbu atau mesin kurang pelumas.
Cerita mudah ditebak, walau Jihae Kim sebagai Fang cool banget, dan ketegangan ketika Hester diburu tengkorak cyborg Shrike (Stephen Lang) juga kurang dieksplorasi. Ending-nya pun terlalu mudah, setidaknya bagi saya yang tidak membaca bukunya.
Tapi jika Anda biasa duduk bekerja di ruangan berisik mesin AC atau familiar dengan deru suara mesin, this one's for you, he he....
Foto: Universal Pictures