Menunya sudah terpampang di depan tiap restoran sejak sore, sehingga saya (dan juga banyak penumpang lain) punya kebiasaan baru setiap sore, yaitu mencari tahu menu makan malam untuk hari itu.
Namun kalau malas berdandan, kita tetap bisa makan malam prasmanan di dining room. Menunya sama dengan yang disediakan di restoran, bahkan di sini ada lebih banyak pilihan. Tapi, hmm... jarang-jarang kita bisa menikmati makan malam yang dilayani secara sempurna oleh para waiter dan waitress profesional, kan?
Main menu-nya terdiri atas fillet mignon steak, lobster dan tiger prawn, escargot, scallop, salmon, hingga kari ayam. Tak ketinggalan hidangan pembuka dan penutup seperti salad, sup, puding, serta cokelat dan keju. Kami juga sempat makan malam dengan menu khusus kepiting Alaska di resto Crab Shack. Di malam yang lain, kami ditraktir makan steak istimewa di Sterling Steakhouse.
Tapi dua makanan yang saya sebut belakangan tidak gratis. Kalau tidak pintar-pintar mengatur makan, bisa dipastikan berat badan melonjak dalam sekejap sepulang liburan!
Memang tak ada alasan untuk khawatir bakal merasa terkurung terus di dalam kapal. Kapal pesiar yang saya tumpangi dijadwalkan merapat di lima kota di tiga negara, yaitu Nha Trang dan Ho Chi Minh City di Vietnam, Sihanoukville di Kamboja, serta Bangkok dan Pulau Ko Samui di Thailand.
Penumpang bisa mengikuti paket-paket one-day tour yang tersedia. Yang tidak ingin ikut tur bisa tetap tinggal di kapal, atau ikut turun ke daratan tapi mengatur perjalanan sendiri.
Meski pernah mengunjungi Kamboja, baru sekali ini saya datang ke Sihanoukville. Siapa sangka kota yang panas dan kering ini memiliki pantai-pantai berpasir putih yang sangat indah, sehingga kota ini dijuluki sebagai Bali-nya Kamboja.
Saya juga sangat terkesan saat diajak mengunjungi sebuah sekolah setingkat SD di sebuah kampung nelayan. Ternyata sekolah itu didirikan dari sumbangan para tamu berbagai kapal pesiar yang merapat di Sihanoukville.
Karena terbiasa bertemu orang asing, murid-murid di sekolah itu dengan berani mendatangi kami sambil menyapa, “Hello, how are you, Mister, Madam?”
Mengunjungi Pulau Ko Samui di Thailand juga tak kalah mengesankan. Kami diajak bertamasya naik gajah!
Tanpa terasa, tahu-tahu kami sudah sampai di hari terakhir di atas kapal. Ah, saya jadi ingat niat saya sebelum mengikuti cruise. Membayangkan diri sebagai Rose deWitt dalam film “Titanic,” saya ingin mencari Jack Dawson!
Miss Jinjing yang usil sejak hari pertama sudah ‘survei’ para penumpang kapal untuk mencari pria-pria muda setampan Leonardo DiCaprio. Tapi apa boleh buat, dua pertiga penumpang pria sepertinya sudah berusia 60 tahun ke atas dan umumnya menggandeng istri.
Mungkin karena itu pula pihak manajeman kapal mengadakan acara Singles and Solos Meet and Greet setiap malam. Para penumpang memang diharapkan untuk saling berkenalan dan ikut berbaur—tidak cuma mojok dengan kelompok sendiri.
Buktinya, saya menemukan pasangan yang baru jadian, hasil cinta lokasi di kapal. Yang wanita berasal dari Australia, yang pria dari Amerika Serikat. Meski tidak muda lagi, keduanya terlihat bolak-balik berciuman!
Di hari ke-9, tepat pukul 7 pagi, Diamond Princess merapat kembali di Marina Bay Cruise Center, Singapura. Sebelum kembali ke Jakarta, saya dan Miss Jinjing memenuhi undangan lain dari STB untuk mengunjungi ArtSpace Museum dan National Gallery. Selain sebagai surga belanja dan hiburan, kini Singapura memang sedang giat-giatnya memperkenalkan wisata budaya dan wisata kuliner bagi para wisatawan.
Liburan naik kapal pesiar bisa jadi opsi liburan keluarga Anda. Anda juga bisa memilih rute yang lebih pendek jika ingin memanfaatkan long weekend.
Foto: Tina Savitri, Diamond Princess