Sesampainya di tujuan, saya melangkahkan kaki di atas jalan setapak yang terbuat dari tegel bermotif yang dikenal sebagai tegel kunci. Jalan setapak itu mengarahkan saya ke pintu utama rumah. Berwarna hijau, pintu itu berhasil menciptakan suasana segar yang serasi dengan kursi-kursi yang tertata rapi di teras.
Di pintu rumah, tampak seorang anak laki-laki kecil dengan tas ransel menggantung di pundak siap berangkat ke sekolah. Tidak lama kemudian, seorang pria berbadan tegap turun dari tangga dan berkata, “Yuk, Nak, berangkat sekolah.”
Begitulah suasana pagi di kediaman Putu Aneth. Suaminya, I Gusti Agung Bagus Parintosa, selalu menyempatkan diri mengantarkan anak kedua mereka, I Gusti Agung Raja, ke sekolah. Aneth turun menyusul sang suami, sambil dengan ramah menyapa tim PESONA.
Sembari menunggu nyonya rumah siap, kami pun asyik sendiri memperhatikan detail di setiap pojok rumah. Ada saja hal menarik yang mengundang pandangan mata. Detail-detail tersebut ditata rapi menempel ke tembok.
“Karena rumahnya kecil, kami ingin semuanya digantung atau dipepetkan ke dinding supaya irit space sekaligus bisa menjadi hiasan,” jelas Aneth.
Rumah berlantai dua itu memang tidak begitu besar. Luas tanahnya hanya 150 m2, dengan luas bangunan 180 m2. Di lantai pertama terdapat ruang santai keluarga, baik di depan televisi, di meja makan, maupun di sebuah pojok yang bertema London.
Di setiap ruangan, Aneth memilih warna yang berbeda, sehingga walau banyak sekali detail yang digunakan, estetika tetap terjaga. Seperti pada ruang nonton TV, pemilihan warna hijau pada bantal diseragamkan dengan pintu serta kursi di teras luar.
Berjalan sedikit ke area ruang makan, suasana lebih sejuk dengan pemilihan warna biru. Meja makan dibuat menggunakan kayu dan tegel kunci bernuansa biru dengan kombinasi merah tua dan cokelat muda. Warna yang sama dipilih Aneth untuk kursi. Ia menyulapnya sedemikan rupa agar serasi, dan keunikan tegel kunci terpancar.
Di seberang meja makan ada tempat santai lain yang disebut Aneth sebagai “Wi-fi Corner.” Di sini warna merah menyala mendominasi, sama dengan warna lemari pendingin yang bentuknya seperti kotak telepon di London, tak jauh dari “Wi-fi Corner.”
“Pojok ini memang favorit kami. Kami senang duduk-duduk di sini sambil melihat anak main di belakang,” cerita Aneth.
Area ruang belakang disulapnya menjadi tempat bermain yang nyaman untuk anak laki-lakinya. Sebagian area yang semula berupa conblock dan sudah berlumut, ia lapisi rumput sintetis.
Ada juga bagian yang dipasangi tegel kunci dan dikelilingi batu. Di atasnya ia membuat kolam renang kecil untuk anak bermain air. Bila bersantai di area belakang, terasa sekali embusan angin yang keluar-masuk rumah.
Saya masuk kembali ke dalam rumah, naik ke lantai atas, sambil membaca beragam quotes yang diletakkan di setiap anak tangga. Kalimat-kalimat bijak lain juga saya perhatikan tertempel di setiap sudut rumah. “Secara tidak langsung saya ingin menanamkan hal positif kepada semua anggota keluarga,” cerita Aneth.
Di lantai atas, saya melongok ke dalam kamar tidur utama. Dengan dinding berwarna putih, Aneth menambahkan banyak detail merah untuk mendekorasi kamarnya. Untuk menyimpan pakaian, ia menggunakan lemari terbuka yang dipasang menempel ke dinding.
Ide seperti ini ia dapatkan dari akun-akun Pinterest yang ia ikuti. Setiap kali menemukan hal-hal yang unik, dengan modal nekat ia berani langsung bereksperimen.
Di kamar utama ini terdapat balkon yang menjadi tempat favorit Aneth untuk bekerja. Sambil menyeruput kopi atau teh, ia dapat berkonsentrasi dengan tenang. Saya pun mencoba duduk-duduk di balkon tersebut. Memang benar—embusan angin yang lembut membuat hati saya tenang, sekejap lupa akan segala masalah yang ada.
Mengintip ke kamar mandi, tepatnya pada bagian shower, saya mendapat kesan seperti sedang berada di ruang bermain. Batu-batu kali warna putih dipadukan tegel kunci. Bedanya, tegelnya tidak disemen, namun dibiarkan lepas begitu saja. Tujuannya, jika suatu saat Aneth bosan, ia bisa dengan mudah diganti.
Bersebelahan dengan kamar utama terdapat kamar anak pertama Aneth, Syabriel Renatha, seorang gadis remaja. Suasana kamar anak gadis sungguh terasa—warna merah muda mendominasi dekorasi ruangan. Tidak lupa sebuah quote tertera di tembok kamar, tepat di depan kasur, agar Syabriel dapat terus termotivasi.
Baru lima bulan Aneth sekeluarga menempati rumah tersebut. Ia tidak melakukan renovasi. Yang dilakukannya hanyalah mendekorasi sudut demi sudut ruangan agar terasa lebih nyaman dan unik.
Terinspirasi ketika masih tinggal di Bali, beragam tanaman ia letakkan di beberapa pojok rumah. “Waktu kami tinggal di Bali, ada lumut yang kami biarkan tumbuh, karena membuat rumah terasa adem,” kenangnya. Ya, itu pula yang saya rasakan.
Foto: Shinta Meliza
Pengarah visual: Erin Metasari