
Trio di balik Camani mewujudkan mimpi dengan menguarkan produk wewangian khas Indonesia yang mendunia.
Deretan botol berisi wewangian untuk ruangan di sebuah gerai Camani menguarkan aroma yang menenangkan. Pemilik produk yang saat itu hendak difoto oleh PESONA mengizinkan saya untuk mencoba beberapa tetes wewangian itu.
Siapa sangka, bisnis harum ini berawal dari obrolan santai Akina Sesari, Rachel Liong, dan Arficita (Citta), di saat ketiganya menjalani pendidikan di Fakultas Ekonomi UI Internasional di Belanda, sekitar tahun 2012.
Di sana mereka melihat banyak pilihan produk pengharum ruangan di pasaran, sementara di Indonesia sangat terbatas, padahal kita sangat kaya akan sumber wewangian. Produk yang ada pun hanya memiliki pilihan aroma yang biasa-biasa.
“Pilihan pengharum ruangan di Indonesia waktu itu, kalau tidak terlihat terlalu modern, ya terlalu tradisional dengan kemasan yang tidak menarik. Kamilalu mencoba membuat produk yang tampil dengan kemasan modern tapi beraroma tradisional khas Indonesia,” ujar Akina.
Tak lama setelah mereka pulang ke Tanah Air, di akhir 2014 lahirlah produk pengharum ruangan yang diberi nama Camani, yang memilki konsep reed diffuser (berupa stik kayu mirip hio, yang saat itu belum ada di Indonesia) dengan aroma khas tradisional Indonesia. “Waktu itu belum banyak pilihan pengharum ruangan dengan konsep ini, sehingga kami yakin Camani akan bisa diterima oleh masyarakat,” kata Akina.
Sebagai edisi awal, Camani mengeluarkan lima pilihan wewangian dengan aroma yang lekat dengan keseharian masyarakat Indonesia.
Ada Air Jambu yang memiliki aroma khas desa di Jawa Barat yang kental dengan teh hijau, Alia Jae yang merupakan wewangian khas daerah Jawa Tengah yang kental dengan aroma sitrus dan jahe, Maha Pengiri yang menguarkan wangi serai yang sangat segar, Akar Wangi dari akar rempah-rempah yang wangi, serta Gelam yang beraroma minyak telon.
“Gelam berasal dari minyak gelam, diambil dari nama Pulau Gelam, salah satu pulau penghasil minyak kayu putih terbesar di Indonesia. Harus ada cerita di balik setiap produk kami, agar ketika bersaing di pasar dunia, Camani mampu mewakili Indonesia.” Camani akhirnya menjadi sebuah jembatan karya dari ketiga wanita ini, yang ingin mengimbau kepada masyarakat tentang pentingnya wewangian dalam kehidupan sehari-hari.
“Kita semua adalah pengguna dan pencinta wewangian. Sebenarnya, sulit menemukan formula wewangian yang tepat untuk masyarakat kita, karena sejak dulu orang Indonesia sangat menyukai wewangian. Dalam hal makanan saja, kita cenderung memilih yang beraroma wangi. Contohnya, nasi yang beraroma pandan,” jelas Akani lagi.
Seiring waktu, Camani mulai disukai masyarakat. Dari produksi awal yang hanya 500 botol per varian, permintaan terus meningkat. Penjualan Camani, yang awalnya hanya beredar di antara teman-teman dekat dan butik-butik kecil di seputar Jakarta serta melalui online, kini mulai mendapat permintaan reselling dari luar Jakarta. Citta yang bertugas memegang divisi penjualan dan pengiriman barang awalnya sampai kerepotan memenuhi permintaan yang besar itu.
“Di tahun 2015, permintaan masyarakat meluas, mulai dari Bandung, Surabaya, Aceh, hingga ke luar negeri, seperti Jepang dan Belanda. Kami akhirnya mencoba menyesuaikan produksi kami dengan kebutuhan pasar,” ujar Cita.
Setelah seri yang pertama, Camani merilis koleksi kedua khusus untuk room spray yang terdiri atas tiga wewangian baru. Yakni, Semalam (aroma bunga sedap malam dan bunga putih), Parna dengan aroma dedaunan segar, dan Rami yang memiliki wangi linen yang netral.
Foto: Dhany Indrianto
Pengarah gaya: Nanda Djohan