Orang bilang, cinta itu buta. Meskipun Anda tahu pasangan Anda banyak minusnya, Anda tetap saja cinta mati.
Bagi Anda, tak ada yang salah dengan dirinya; manusia, kan, memang tak ada yang sempurna.
Jika itu yang Anda alami, selamat, Anda positif terjebak cinta buta!
Ternyata, ada alasan ilmiah di balik cinta buta.
Menurut penelitian seorang profesor neuroestetika dari University College London, ketika jatuh cinta, beberapa area otak yang berfungsi membentuk rasa takut akan dinonaktifkan.
Akibatnya, Anda merasa baik-baik saja saat berdekatan dengan dia—bahkan meskipun ia seorang penjahat!
Jika sudah di tahap yang lebih ‘parah’, Anda juga tidak akan menyadari jika sudah disakiti; misalnya si dia hobi selingkuh.
Anda malah akan menganggap pasangan melakukan perselingkuhan karena kecewa dengan sikap Anda. Yap, kesannya dia selalu tampil bak pangeran tanpa cela, deh!
Efek cinta buta yang paling menyebalkan adalah Anda akan kebal terhadap saran atau kritikan yang menjelek-jelekkan dia. Pasalnya, otak bagian depan yang bertugas melakukan penilaian akan tertutup.
Hal ini membuat Anda tidak akan mendengarkan masukan dari orang terdekat sekalipun, biarpun bisa jadi mereka benar.
Pengaruh hormon vasopressin juga cukup besar ketika jatuh cinta. Saat hubungan sudah terjalin lama, Anda akan semakin sulit melepaskan diri dari pasangan karena hormon vasopressin memicu munculnya perasaan ingin selalu menjaga dan melakukan yang terbaik bagi pasangan.
Pantas saja jika Agnez Mo bilang kalau cinta memang tak ada logika....