Cuaca mendung dan jalanan agak macet pada siang itu tidak menyurutkan niat anggota Komunitas Cinta Berkain (KCB) untuk menjalani sesi pemotretan bersama PESONA di Shangri-La Hotel, Jakarta.
Mereka datang mengenakan kain berwarna-warni dan kebaya, dan sudah berdandan cantik dengan makeup dan rambut tertata rapi. Salah satu dari mereka adalah Happy Djarot, istri Djarot Saiful Hidayat.
Selain kain yang sudah dikenakan, mereka membawa kebaya dan kain cadangan. Suasana menjadi hangat dan ramai saat mereka saling memberi masukan kebaya warna apa yang sebaiknya dipakai.
Bahkan saat ada seorang anggota yang belum rapi rambutnya, Nana Krit, model era 80-an, dengan sigap menyasak rambut sang teman agar tampil sama dengan yang lain. Nana dan Happy ditemani Meiske Hutapea, Dewi Sapta, Gayatri, Reni Lubis, dan Bertha Tabarani. “Kain yang kami kenakan tidak ada yang dipotong. Dijahit boleh, tetapi tidak dipotong,” ungkap Nana.
Sita H. Agustanzil, Ketua Umum KCB, membenarkan hal itu. “Begitu kita tahu cara membuat sehelai kain, kita pasti tidak tega memotongnya,” kata Sita, yang datang bersama wakilnya, Dyah Sudiro. Ia menambahkan, kain tradisional yang dibuat oleh para perajin berbeda dari kain yang dibuat untuk industri garmen. “Orang Indonesia pintar-pintar. Para perajin ini banyak yang tidak sekolah, tetapi mereka bisa membuat komposisi warna yang indah pada sehelai kain.”
Sita tak pernah menyangka KCB kini bisa beranggotakan sampai dua ribuan orang yang tersebar di seluruh Pulau Jawa, ditambah 300 orang dari Perth dan San Francisco. Semua ini bermula pada tahun 2013, saat ia berniat ingin mengajak teman-temannya untuk memakai kain dalam kegiatan sehari-hari. Saat itu, mereka hanya bertiga, dan nekat mengenakan kain saat ke mal. Mereka pun sepakat mengajak teman-teman lain untuk berkain dalam berbagai aktivitas.
Awalnya komunitas ini berkembang dari grup WhatsApp (WA). Para anggota masuk ke grup WA KCB dan membicarakan berbagai jenis kain di grup tersebut. Setelah grup WA itu berjumlah 32 orang, Sita merasa perlu bertemu langsung dengan mereka. Ia pun merencanakan gathering pada 19 Maret 2014. “Ternyata yang hadir seratus orang, karena masing-masing anggota mengajak teman-temannya,” kenang Sita.
Maka, Sita menjadikan hari bersejarah itu sebagai hari berdirinya KCB. Perempuan-perempuan dari luar Jakarta kemudian tertarik membentuk grup WA KCB di setiap daerah sehingga berkembang pesat. “Ibarat gerbong kereta—gerbong satu penuh, kita buka gerbong yang lain. Di Jakarta saja ada 12 grup, masing-masing terdiri atas 100 orang,” jelas Sita.
Setiap grup dibebaskan menggelar berbagai acara dengan nama KCB asal menginformasikan terlebih dulu kepada Sita. Ia juga membuat satu grup WA khusus berisi para koordinator tiap grup. Salah satu grup KCB pernah menghadiri Tong Tong Fair di Den Haag, Belanda. Untuk mengikuti festival itu, mereka mendaftar atas nama KCB tetapi berangkat dengan biaya sendiri. Ini yang membuat Sita salut. Anggota KCB juga sering diundang jalan di fashion show desainer dalam negeri, namun sang desainer harus mengundang minimal 24 anggota KCB.
Syarat menjadi anggota KCB memang mudah: Hanya perlu mengenakan kain Nusantara dalam kegiatan sehari-hari. Bukan saja untuk pesta atau acara resmi, tetapi juga saat ke mal, arisan, atau di rumah sendiri.
“Kita tunjukkan bahwa perempuan yang mengenakan kain jadi terlihat lebih santun. Saya sendiri tetap mengenakan kain sampai ke luar negeri. Pada musim dingin, tubuh jadi lebih hangat bila memakai kain. Banyak yang beralasan pakai kain itu ribet. Komunitas ini menunjukkan bahwa mengenakan kain sama sekali tidak ribet dan bisa dikombinasikan dengan baju apa saja sebagai atasannya,” ujar Sita, sembari menunjukkan busana yang dikenakannya.
Happy menambahkan, bergabung bersama KCB memberinya kesempatan untuk secara aktif melestarikan warisan nenek moyang. “Masing-masing daerah punya nilai dan arti tersendiri dari motif kainnya. Kalau kita tidak memakainya, bagaimana generasi muda bisa tertarik?” kata Happy.
Foto: Dachri M.S
Pengarah gaya: Dian Prima
Lokasi: Shangri-La Hotel, Jakarta