Kenali gejala anak Anda, terutama yang berusia remaja, saat mengalami depresi agar bisa mengobati atau mencegahnya.
Saya sedih sekali mendengar kabar bahwa putri teman saya meninggal. Ia berusia 14 tahun, seorang remaja yang menjadi cahaya dalam hidup teman saya, seorang ibu tunggal.
Yang membuat tercekat adalah penyebab kematiannya: Jatuh dari lantai 33 apartemen tempat tinggal mereka.
Meski belum dikonfirmasi, beberapa teman mengatakan kalau sang putri mengalami depresi. Mungkinkah itu yang membuatnya terjatuh?
Selalu sedih, tepatnya miris, membahas kematian anak, apalagi jika penyebabnya depresi. Orang tua mungkin merasa gagal karena tidak bisa membaca bahwa sang anak tengah mengalami depresi. Bisa pula orang tua jadi geram saat tahu penyebab depresi anak mereka.
Saya punya dua anak remaja; hubungan kami juga suka dihiasi pertengkaran, karena kata putri saya, "Bunda suka nggak ngerti jaman now."
Oke, saya memang bukan kid jaman now, tapi saya percaya diri sebagai mama jaman now. Dan saya tak ingin anak-anak saya mengalami depresi. Anda juga, kan?
Kita bisa mencegahnya bersama, dengan sigap mengenali tanda-tanda remaja depresi:
- Sedih atau merasa putus asa yang tak berkesudahan
- Mudah tersinggung, pemarah, atau bersikap kasar
- Mudah menangis, dan sering menangis tanpa sebab
- Menjauhkan diri dari teman dan keluarga
- Tidak lagi punya minat dalam melakukan kegiatan apa pun, termasuk hobinya
- Prestasi di sekolah menurun atau nilai-nilai jeblok
- Terlihat perubahan pada pola makan dan kebiasaan tidur.
Ajak bicara anak-anak Anda, dan dengarkan keluhan mereka. Jangan main hakim sendiri, terutama jika ia depresi karena di-bully. Anda berdua bisa mencari bantuan ahli, seperti psikolog.
Semoga anak-anak kita tumbuh dalam kehidupan yang bahagia dan bebas depresi.