Diawali film pendek "Us Again" yang mengajak kaki bergoyang (tentang pasangan lansia yang bergairah kembali berkat menari), "Raya and the Last Dragon" langsung dibuka dengan adegan yang mengingatkan saya pada film-film "Star Wars" (well, satu induk, sih).
Raya (pengisi suara Kelly Marie Tran) adalah putri Negeri Hati, yang mengawal Permata Naga bersama sang ayah, Ketua Benja (Daniel Dae Kim). Permata Naga berisi jiwa para naga yang diberikan Sisudatu, naga terakhir, sebelum menghilang.
Lima ratus sebelumnya, manusia hidup berdampingan dengan naga di Kumandra, negeri indah antah-berantah. Serangan
Druun, makhluk keunguan yang mengubah manusia jadi batu memporak-porandakan Kumandra, hingga Sisudatu menghancurkan Druun dengan Permata Naga berisi roh saudara-saudaranya.
Kumandra sendiri kini terpecah jadi lima negeri sesuai bagian tubuh naga: Ekor, Kuku, Tulang, Taring, dan Hati. Pertemuan para pemimpin negeri untuk bersilaturahmi menjadi huru-hara yang membangunkan Druun ketika Namaari (Gemma Chan) mengkhianati kepercayaan Raya yang menunjukkan Permata Naga kepadanya.
Ketika Druun menyerang, Permata Naga terbelah lima dan dibawa ke tiap negeri. Negeri Hati hancur, dan Benja mengorbankan dirinya agar Raya bisa selamat.
Enam tahun kemudian, ditemani Tuk Tuk, hewan peliharaannya yang mirip anjing + armadillo (setiap Disney Princess harus punya hewan peliharaan, dong), Raya berkelana ke tiap negeri untuk mencari Sisu, sekaligus mencuri kepingan Permata Naga untuk menyatukannya lagi, dan mengembalikan ayahnya sebagai manusia lagi.
Sisu (Awkwafina, pas banget akting vokalnya) menemani Raya dalam mengambil kepingan-kepingan Permata Naga. Dalam petualangannya, Raya juga mendapat teman-teman baru dari tiap negeri yang ia kunjungi, dan belajar kembali mempercayai orang lain.
Klaim bahwa cerita Raya terinspirasi budaya Asia Tenggara dilukiskan dengan pemandangan alam khas Asia Tenggara seperti sawah dan bunga anggrek, kostum warna-warni termasuk dengan aksen batik (walau komentar anak saya, "Kenapa tiap negeri nuansa bajunya harus sama, sih?"), dan beraneka makanan. Nasi? Cek. Durian? Cek. Kue lapis warna-wani? Cek.
Pedang Raya pun juga mirip keris tapi lebih besar. Dan Raya memakai topi caping, walau disebut terinspirasi stupa.
Namanya juga film fantasi, animasi pula, jangan berharap "Raya and the Last Dragon" yang disutradarai Don Hall dan Carlos López Estrada ini patuh pada 'inspirasi' Asia Tenggara. Buktinya, Negeri Ekor digambarkan tandus mirip gurun pasir, dan Negeri Tulang mirip perkampungan Viking, lengkap dengan lansekap bersalju.
Namun sinematografi film ini memang cantik. Teknik animasinya pun jempolan; visual air mengalir, bulu pada naga, terlihat nyata.
Jangan terlalu berharap dengan gembar-gembor bahwa Raya mengambil budaya Indonesia (nama Raya bisa ditemukan di banyak negara di Asia Tenggara); saya lebih melihat budaya Thailand, Laos, Kamboja, dan Myanmar terwakili. Tapi Negeri Taring, yang terkenal paling maju dan tampil fashionable sekaligus dipimpin seorang ratu (Sandra Oh), memiliki bangunan beratap ala rumah gadang.
Ngomong-ngomong soal Indonesia, kenapa juga tak ada sedikit pun kata-kata dalam Bahasa Indonesia dalam lagu "Trust Again." Padahal lagu berbahasa Inggris kolaborasi empat penyanyi dari empat negara ini (Indonesia - Raisa, Filipina - Mattaios, Thailand - Sprite, Malaysia - Yonnyboii) untuk film ini menyelipkan Bahasa Tagalog, Thai, dan Melayu. Nanya aja, sih....
Foto: Walt Disney Animation Studios