Pada 2011, Purana turut serta dalam Jakarta Fashion Week (JFW), perhelatan fashion terbesar di Indonesia. Momen itu menjadi salah satu momen penting dan membanggakan bagi Nonita dan Purana. Dan sejak itu pula, Purana memantapkan posisinya dalam ranah fashion Indonesia.
Pelanggan tetap mulai berdatangan. “Umumnya, mereka yang menjadi pelanggan tetap Purana adalah perempuan yang tahu apa yang mereka mau. Mereka melek tren, tetapi tidak mau didikte dan tidak mau ribet dalam berpakaian,” kata Nonita. Ia menyebut Wanda Hamidah dan Lola Amaria sebagai figur yang menggambarkan sosok wanita Purana.
Purana juga mulai melebarkan sayap. Dari yang hanya dijual di rumah di kawasan Guntur, produk Purana mulai dijual di berbagai retail store, seperti di Fashion First, Our Flock, dan melalui web store seperti Bobobobo.
Tahun 2015 silam juga tahun yang berwarna bagi Nonita. Nonita terkena vitiligo yang membuatnya jatuh dalam jurang depresi. “That was my lowest point, sejak meninggalnya ibu,” ia mengakui.
Vitiligo merupakan penyakit autoimun. Ia memerangi sel tubuh secara membabi-buta, tanpa pandang bulu, termasuk sel yang sehat. Dalam kasus Nonita, yang diserang adalah pigmen kulit. Kulit yang diserang vitiligo memutih karena kehilangan pigmen. Dan itu berdampak pada dahi Nonita yang kini memiliki bercak.
“Ini tidak bisa sembuh. Hanya bisa dikontrol,” Nonita menjelaskan, “Saat itu, selama dua bulan, aku benar-benar depresi. Malas bangun, malas ngaca. Karena memang parah banget.” Dokter bilang itu penyakit yang sifatnya genetis, dan pemicunya adalah stres.
Kala itu, kesibukan Nonita memang menggunung. Selain mengurus Purana, ia mencoba meneruskan bisnis BBM orang tuanya bersama sang kakak. Satu-dua minggu sekali ia mesti terbang ke Solo. Jadwal padat sekali. Selain itu, ia mendapati bahwa bisnis tersebut penuh tekanan dan ‘sikut-sikutan’. Nonita merasa itu bukan dunianya. Puncaknya, ketika terserang vitiligo, ia memutuskan hengkang.
“Saat ini saya berusaha hidup bahagia saja. Meditasi, juga berusaha menepati diet golongan darah,” kata Nonita yang telah berdamai dengan penyakitnya. Vitiligo telah mengajarkan sesuatu. “Sekarang saya tahu kalau apa yang diberikan itu yang terbaik buat saya. Saya punya cita-cita, tetapi tidak ambisius. I did my best, tapi tidak berharap apa-apa.”
Tahun 2015 adalah tahun yang berwarna bagi Nonita. Di luar vitiligo, ia memiliki momen-momen lain yang membahagiakan. Purana kini memiliki koleksi ready-to-wear, dan tak lama lagi akan membuka retail store sendiri di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Nonita juga telah membeli tanah seluas 650 m2 di daerah Pakem, Yogyakarta. Rencananya, tanah depan sawah itu akan dibangun dan dijadikan workshop dan art center Purana. Orang-orang bisa datang beraktivitas di sana, atau belajar membatik secara gratis. “Mimpiku, kan, bangun tidur terus mandi terus ke luar bertemu perajin batik,” tutur Nonita. Mungkin, mimpi itu kini tinggal sejengkal dari kenyataan.
Purana juga akan tampil di Pesona Sisterhood Runway.