Pencinta film aksi Indonesia disuguhkan sebuah film smart action, berjudul “The Professionals.” Di film ini, Lukman Sardi berperan sebagai Cokro, ahli mekanika yang membantu Abi (diperankan Fachri Albar) balas dendam pada Reza (Arifin Putra).
Dalam film ini, Lukman harus membongkar brankas. “Risetnya nggak terlalu njelimet. Paling tidak, saya familiar dengan brankasnya. Lagi pula film ini tidak khusus menceritakan tentang Cokro saja, tetapi beberapa ahli di bidangnya masing-masing yang akan membantu Abi. Akan lebih banyak menonjolkan strategi, gadget, bukan martial arts,” ujar Lukman saat ditemui PESONA.
Selain berakting, di film ini Lukman menjadi produser kreatif. Sebagai GM Production Service & Creative Producer MNC Pictures, Lukman telah merencanakan film ini sejak dua tahun lalu, brainstorming bersama timnya.
“Produser kreatif membicarakan film dari sisi kreatifnya, bukan dari budgeting. Dari sebuah ide kemudian kami kembangkan, termasuk mencari pemain dan sutradara, treatment apa yang tepat untuk film ini. Di posisi ini saya banyak belajar,” jelas Lukman.
Bagi Lukman, menjadi produser kreatif memberinya jeda dari dunia akting. Dalam satu tahun, kini ia hanya bermain untuk dua film. “Saat berakting, kita mengeluarkan semua energi. Kalau bermain lima-enam film setahun, dengan karakter yang melompat-lompat, lama-lama jadi rutinitas,” ujarnya.
Pertimbangannya dalam menerima peran adalah cerita dan karakter apa yang akan ia perankan. Ia terbiasa berdiskusi dengan sutradara sebelum menerima tawaran peran. Lukman ingin melakukan segala sesuatu dengan passion. Itu pula yang ia terapkan kepada timnya di MNC Pictures.
Ia pemimpin yang tegas di awal, termasuk soal kematangan konsep dan deadline. Tetapi pada saat pelaksanaan, ia membebaskan tim untuk berkreasi, mengeluarkan sisi terbaik mereka sehingga tercipta ide-ide yang mungkin tidak terpikirkan oleh Lukman. “Saya tidak mau mengontrol mereka mengikuti apa yang ada di kepala saya. Apalagi kita bicara industri kreatif,” tegasnya.
Dengan kesibukan syuting dan jabatannya kini, Lukman jadi sering meninggalkan ketiga anak laki-lakinya, kadang ke luar kota. Namun ia selalu menjaga komunikasi dengan rutin menelepon. “Bahkan saat saya di Jakarta, saya tetap telepon dari kantor. Masa dikasih waktu 24 jam, menelepon anak-anak beberapa menit tidak sempat? Sekarang teknologi sudah canggih, bisa video call. Mereka bisa merasa ayahnya ada,” cerita Lukman.
Jika ia bisa pulang sore, ia dan istri akan menghabiskan waktu bersama anak-anak. Mereka juga kerap traveling bersama, tanpa babysitter. Meski repot, Lukman merasa momen pertumbuhan anak-anaknya tidak akan terulang, dan ia tak rela itu menjadi milik babysitter. Komunikasi yang baik juga digunakan saat memberi tahu kesalahan anak.
Untuk menjaga pride anak, Lukman akan mengajak bicara mereka di dalam kamar. Ia juga membiarkan anaknya mencoba banyak hal dan memberikan alasan yang logis ketika melarang sesuatu. “Misalnya ketika anak pegang gelas, kita beri tahu pegangnya harus kuat, dengan dua tangan, agar tidak jatuh. Kalau jatuh gelasnya pecah, bisa melukai kaki. Jadi tidak langsung melarang-larang sampai anak takut setiap akan melakukan banyak hal.”
Untuk mengabadikan momen, Lukman senang memotret. Hobi fotografi sudah dilakukan sejak SMA. Ia belajar autodidak dan tidak pernah bercita-cita menjadi fotografer. Hingga kini, ia sering membawa kamera kesayangannya saat traveling bersama anak-anak dan syuting film. “Karena orang film, saya mengerti komposisi dan angle, tetapi fotografi buat saya lebih untuk meng-capture banyak hal, termasuk momen yang tak bisa diulang. Pada saat melihat foto, kita teringat sesuatu,” ungkap Lukman.
Foto: Zaini Rahman
Pengarah gaya: Siti H. Hanifiah
Grooming: Ina Juntak