Kalau ada teman saya yang berkomentar “Mahal ya, gaya hidup lo” karena saya menggunakan bahan pangan dan produk organik, ia salah besar. Saya tidak menjadi bangkrut karena hidup organik—malah saya bisa menghemat.
Tidak sulit kalau mau memulai hidup organik. “Mulai saja dengan menyingkirkan bahan kimia dalam makanan kita. Makanan dan minuman tanpa pengawet, penyedap, pemanis dan pewarna sintetis. Bisa nggak?” begitu tantang Christopher Emille Djajanata, Ketua Komunitas Organik Indonesia.
Suatu sore di Organic Corner di sebuah mal di daerah Tangerang, kami ngobrol soal hidup organik. “Organik itu berasal dari kata organism. Sesuatu yang hidup. Pertanian organik menggunakan bahan-bahan yang dekat dengan makhluk hidup.
“Misalnya pupuk dari kotoran sapi, atau daun-daunan yang dibusukkan. Mengatasi jamur, hama, dengan menanam tanaman yang tidak disukai oleh hama, misalnya bunga tahi kotok atau cabai digiling, atau daun tembakau dibikin ekstrak lalu disemprotkan,” kata Emil.
Mengapa kita perlu hidup secara organik? Dalam hidup kita, kita dikepung oleh bahan kimia yang tidak seharusnya bersentuhan dengan tubuh kita, apalagi masuk ke dalam tubuh.
Misalnya saja bakso. Bahan kimia yang terlibat di dalamnya adalah boraks, MSG, dan pengawet. Sosis, kornet, nugget, kecap, saus tomat, saus sambal, mayones—semua tidak lepas dari bahan pengawet. Ikan segar diawetkan dengan formalin agar tidak cepat membusuk. Beras, sayuran, dan buah ditanam dengan pupuk sintetis, disemprot pestisida untuk membunuh hama.
Buah-buahan yang sudah terpapar pestisida masih dilapisi bahan kimia lagi untuk menangkal lalat buah yang merusak. Pupuk sintetis berpotensi meracuni tanah, sedangkan pestisida dan pengawet merusak kesehatan.
“Mengapa dalam 20 tahun terakhir ini anak-anak penyandang autisme meningkat? Saya mencurigai peran bahan kimia pada bahan makanan kita. Sekitar satu tahunan ini penelitian dari Prancis menunjukkan, perusahaan-perusahaan raksasa agro chemical berperan dalam ledakan anak autis,” ujar Emil.
Ia juga menyebut penyakit degeneratif yang diderita oleh banyak orang muda seperti kanker yang jumlahnya setiap tahun bertambah. Jangan lupa, tengok juga skin care yang kita gunakan sehari-hari. Sabun mandi, sampo, body lotion dan sunblock, misalnya. “Cek kandungan parabennya. Cepat atau lambat akan mengiritasi kulit.”
Menjalani hidup secara organik tidak sulit bagi Arum Riddel Carre. Katanya, sejak 12 tahun lalu ibu dua anak ini sudah menjalani hidup organik.
“Untuk hidup yang lebih baik, apa yang kita masukkan ke dalam tubuh tidak boleh sembarangan. Untuk kedua anak saya, semua produk harus organik. Tidak ada makanan berpengawet, tidak ada MSG, pemanis danpewarna sintetis. Beras, sayuran, skin care. Kalau buah, saya akan memilih yang locally grown,” kata Arum.
“Memang mahal di awalnya. Tapi efeknya jadi lebih murah. Anak-anak jarang sekali sakit. Saya juga tidak perlu membeli susu, atau permen. Es krim boleh sebulan sekali. Kalau mereka sakit, saya tangani dengan holistic approach, menggunakan natural medicine,” jelas Arum, yang mengaku tidak anti dengan dokter. “Agar anak-anak tidak perlu obat kimia, kita jaga dengan hidup yang baik,” lanjutnya.
Hidup organik bagi Arum sangat menyenangkan, meskipun untuk mendapatkan produk organik di Indonesia tidak mudah. Untuk perawatan tubuh kedua anaknya, Arum membelinya di toko online. Untuk bahan pangan, ia memilih berbelanja di supermarket.