Di Indonesia, buah kurma identik dengan Ramadan. Bagi saya, buah ini tampak ajaib—’ajaib’ karena selalu ada di bulan Ramadan meski setiap tahun waktunya selalu berbeda.
Di pasar tradisional, minimarket dan supermarket, tumpukan stoples berisi kurma ikut meramaikan bulan puasa. Tak ketinggalan di pusat-pusat kebugaran, kurma disediakan bagi para anggota yang sedang berpuasa. Tak hanya buka bersama teman, menyantap kurma saat mengawali buka puasa menjadi ritual penting. Rasa-rasanya bulan puasa menjadi puncak eksistensi buah kurma.
Meski terkesan hanya eksis di bulan puasa, sebenarnya pohon kurma bisa berbuah sepanjang tahun. Ia dapat tumbuh dengan baik di iklim kering seperti di Jazirah Arab, namun juga bisa tumbuh di California. Yang populer, misalnya jenis medjool. “Medjool Arab itu lebih keras dan lebih kering. Sementara Medjool California basah dan lembek,” jelas Santy Herawaty, pemilik Bateel, gerai kurma premium asal Dubai.
Saya sendiri lebih suka kurma medjool tanpa diolah, ketimbang jenis kholas yang teksturnya lebih lembut. Medjool ini juga salah satu jenis kurma yang populer di pasaran, yang bisa Anda gunakan untuk membuat cookies. “Coba gunakan kurma medjool yang lebih manis dan berserat sebagai olahan cokelat seperti truffle atau cookies, untuk lebih menonjolkan rasa kurma itu sendiri,” saran Chef Naldi Budhiarto dari Dapur Uji Femina Group.
Kalau kita bermaksud memakai kurma untuk bahan masakan atau membuat kue, Santy menyarankan agar kita menggunakan kurma Khidri. Alasannya, “Khidri lebih tebal ketimbang yang lain, tekstur buahnya pun lebih stabil. Pas untuk dimasak atau bahan kue.” Soal ini, ada tambahan tip dari Chef Naldi. Katanya, untuk membuat kue seperti bolu atau spongecake, sebaiknya gunakan kurma yang tidak terlalu manis dan dan tidak teralu berserat, agar masakan tak bantat.