Yang mana lebih dulu? Kurang tidur memicu kegemukan, atau kegemukan membuat seseorang sulit tidur?
Dua-duanya benar. Kualitas tidur yang kurang baik dan kuantitas tidur yang kurang sama-sama bisa memicu kegemukan sampai obesitas. Ketika seseorang mengalami kegemukan, ia akan semakin sulit tidur. Nafsu makannya pun tak terkendali.
Kurang tidur parah bisa memicu nafsu makan berlebihan. Seseorang yang kurang tidur biasanya merasa kelelahan, dan memilih jalan pintas untuk memulihkan tenaganya: Mengonsumsi makanan tinggi kalori dan karbohidrat. Kelebihan karbohidrat akan disimpan oleh tubuh sebagai lemak.
Di area otak yang bernama hipotalamus terdapat hipokretin atau oreksin, yaitu sel yang sangat peka terhadap stres. Demikian riset dari Yale School of Medicine. Jika sel saraf diaktifkan oleh lingkungan seperti stres, sel ini memicu sulit tidur, yang diikuti dengan makan berlebihan, menurut peneliti dari Yale School of Medicine. Semakin tinggi stres, saraf hipokretin semakin aktif.
Riset lain yang dilakukan di University of California, Berkeley, AS, menyebutkan, seseorang yang kurang tidur cenderung mengambil keputusan yang salah dalam memilih makanan. Para responden yang berpartisipasi dalam riset itu memiliki perilaku yang sama, yaitu memilih makanan tinggi kalori. Sayuran dan buah bukan pilihan.
Itu sebabnya, orang yang kurang tidur cenderung kelebihan berat badan, bahkan mengalami obesitas. Dari sudut pandang lain, riset ini menyimpulkan bahwa tidur cukup akan membantu kita memperoleh berat badan normal. Dengan tidur cukup, kita lebih rasional dalam memilih makanan.
[Baca juga tentang olahraga malam yang membuat berat badan ideal]