Idealnya, keluarga hidup kompak dan damai, meski tidak tinggal bersama lagi.
Menurut Ira Puspitawati, psikolog dari Universitas Gunadarma, relasi yang sangat intens antar anggota keluarga di saat semua masih berkumpul di satu rumah merupakan salah satu faktor yang membuat sebuah keluarga memiliki bonding kuat satu sama lain, yang bisa bertahan sampai tua.
Selain itu, tidak dapat disangkal bahwa hubungan darah merupakan salah satu faktor pengikat yang kuat dalam sebuah keluarga, yang tidak bisa diputus oleh apa pun dan sampai kapan pun.
Namun harus diakui, ikatan darah tak selamanya kental. Banyak sekali faktor yang bisa menyebabkan kekentalan itu menurun. Perselisihan, iri hati, cemburu, dengki adalah sebagian penyebab yang justru bisa mengencerkan kekentalan darah dalam sebuah keluarga.
Ketika Anda dan saudara-saudara sekandung masih tinggal bersama, pertengkaran dan perselisihan paham tentu tak bisa dihindari. Konflik ini biasanya mereda dengan sendirinya, karena masih ada ayah atau ibu yang melerai.
Tapi ketika masing-masing sudah berkeluarga, tinggal berpencaran, memiliki tingkat ekonomi/sosial yang jomplang, apalagi bila kedua orang tua sudah tiada, perseteruan antar saudara kadang tidak bisa lagi didamaikan semudah dulu.
"Yang paling sering membuat keluarga yang semula rukun menjadi berantakan adalah urusan warisan," ujar Ira.
Kondisi ini tentu tak mau Anda alami, kan? Karena itu, bila Anda ingin persaudaraan tetap harmonis, cara-cara berikut ini bisa dicoba. Mumpung tahun baru, perbarui pula hubungan Anda dan keluarga.
1. Benahi dulu relasi dalam keluarga inti Anda. Anda tidak bisa menjadi 'motor' rekonsiliasi yang bijaksana kalau Anda sendiri sedang terbelit masalah dengan pasangan atau anak-anak.
2. Bila kedua orang tua sudah tiada, harus ada salah satu saudara (yang sukarela) bertindak sebagai penengah. Ini bukan tugas yang mudah, karena ia harus mau repot menjadi penghubung serta harus bisa bersikap adil, netral, dan bijaksana.
Bila tidak ada yang mau mengambil tugas itu, mintalah bantuan dari pihak kerabat yang dituakan dan dihormati tetapi tidak berpihak, misalnya paman bibi, atau pemuka agama.
3. Bersilaturahmi secara rutin tapi jangan terlampau sering. Dan kalau bertemu, jangan ikut campur urusan keluarga masing-masing.
4. Membuka pintu maaf selebar-lebarnya dan seikhlas-ikhlasnya, tapi menutup kemungkinan bagi saudara yang membuat masalah untuk mengulangi kesalahan yang sama atau membuat masalah lain.
Foto: MBC ("Jang-geum, Oh My Grandma")