"Dua di antara banyak mimpi-mimpi saya waktu anak kecil adalah bisa naik pesawat dan menerbitkan buku. Those two came true. Percayalah mimpi-mimpi kita itu cuman satu langkah di depan kita.'
Itu ditulis oleh Leo Consul dalam foto yang diunggahnya di akun Instagram @consulleo. Presenter tampan ini memang telah mewujudkan mimpi-mimpinya di masa kecil. Buku yang dipegangnya dalam postingan tersebut adalah kisah hidupnya sendiri, yang ditulis oleh Rosi L. Simamora dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.
Buku tersebut merupakan biografi yang ditulis dalam bentuk novel. Membuka halaman pertama buku itu, pembaca akan dibawa ke Paris, ke kota impian Leo. Waktu kecil, bagi Leo, Paris akan menjadi kota yang melambangkan kesukesannya. Seperti yang pernah ia katakan kepada gurunya saat sang ibu guru bertanya mengapa Leo sangat menyukai buku "The Eiffel" dan membacanya berulang-ulang di perpustakaan.
"Karena... kalau aku sudah tiba di Prancis yang ribuan kilometer jauhnya dari Bolinao ini, Ma'am, itu artinya aku sudah berhasil keluar dari sini. Dan... kalau aku berhasil meninggalkan tempat ini dan sampai menyentuh menara yang sekarang hanya dapat kulihat di buku ini, Ma'am, itu tandanya aku pasti sudah sudah sukses."
Dan Leo memang berhasil mewujudkan keinginan masa kecilnya untuk naik pesawat, terbang ke Paris dan memandangi menara Eiffel dari dekat.
Ditulis dalam sudut pandang orang pertama, buku ini mengisahkan pria bernama lengkap Leonardo Consul itu, yang lahir dan besar di Bolinao, salah satu kota paling miskin di wilayah utara Filipina. Bolinao hanya dapat dicapai dengan bus antarkota. Di sana Leo, yang biasa dipanggil Dong mengenal bahasa ibu, Tagalog, juga Bahasa Inggris. Namun untuk percakapan sehari-hari Leo menggunakan dialek Bolinao, yang merupakan campuran Bahasa Melayu, Tagalog, dan secuil Bahasa Spanyol.
Paris memang bukan pengalaman pertamanya terbang menggunakan pesawat. Ia justru lebih dulu ke Jakarta, untuk mengadu nasib menjadi guru Bahasa Inggris di sebuah sekolah internasional. Kisah hidupnya di Jakarta ternyata tak seindah apa yang ia bayangkan. Namun Leo terus bertahan hingga akhirnya mendapat tawaran untuk menjadi penyanyi. Namun menjadi penyanyi pun tidak mudah. Grup menyanyi yang telah dibentuk lantas bubar. Tanpa berputus asa Leo mencoba berbagai audisi model dan presenter.
Novel ini menggunakan alur campuran, sehingga pembaca diajak untuk melihat kehidupan Leo Consul di masa kini dan sesekali menengok kehidupan Dong di masa lalu. Seperti saat Leo berkisah tentang ayah tirinya.
Dong, yang terlahir karena sang ibu ditiduri oleh seorang pria beristri demi bertahan hidup saat suaminya pergi, justru sangat dicintai oleh ayah tirinya. Sang ayah tiri lantas berjanji tidak akan pernah lagi meninggalkan rumah dan justru ia mencintai Dong lebih besar daripada cintanya kepada anak-anak kandungnya. Dan anak bungsu yang bukan darah dagingnya itu yang membuatnya bangga di kemudian hari.
Kedekatan Dong dengan ayah tirinya pula yang membuat Dong menjadi seperti saat ini. Ayah tirinya selalu memberikan wejangan-wejangan yang menguatkan Dong. Namun karena kedekatan itu pula ia jadi dibenci oleh kakak-kakak tirinya di rumah.
"Tapi justru ayah tiriku itulah yang menjadi penyelamatku. Ia obat bagi setiap lukaku. Ia membentukku dengan nasihatnya, mencintaiku sepenuh jiwanya. Dialah yang membuatku terus berjuang menjadi murid terpandai di sekolah, merebut medali demi medali, meski ke mana pun aku pergi, kakiku hanya beralas sandal jepit yang menipis digerus langkah. Tapi seperti kata Ayah, 'Jangan biarkan sandal jepitmu menjadi jati dirimu.'"
Dan itulah yang menjadi judul novel inspiratif ini: "A Thousand Miles in Broken Slippers.'
Penyuka kisah-kisah inspiratif akan tergugah oleh kisah hidup sang presenter tampan ini, terutama karena untaian kata indah dari Rosi L. Simamora. Nasihat-nasihat dari ayah Leo ditulis dalam quote yang mengawali bab baru dalam novel. Di dalam tiap bab pun ada berbagai nasihat yang 'quote-able' untuk kehidupan sehari-hari. Rosi L. Simamora adalah penulis yang telah berpengalaman menulis biografi, misalnya biografi musisi Dewa Budjana ("Gitarku: Hidupku, Kekasihku"), Kevin Aprilio ("Out of The Box"), dan Rudy Widjaja ("Warung Tinggi Coffee").
Foto: Instagram Leo Consul, Tenni Purwanti.
Itu ditulis oleh Leo Consul dalam foto yang diunggahnya di akun Instagram @consulleo. Presenter tampan ini memang telah mewujudkan mimpi-mimpinya di masa kecil. Buku yang dipegangnya dalam postingan tersebut adalah kisah hidupnya sendiri, yang ditulis oleh Rosi L. Simamora dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.
Buku tersebut merupakan biografi yang ditulis dalam bentuk novel. Membuka halaman pertama buku itu, pembaca akan dibawa ke Paris, ke kota impian Leo. Waktu kecil, bagi Leo, Paris akan menjadi kota yang melambangkan kesukesannya. Seperti yang pernah ia katakan kepada gurunya saat sang ibu guru bertanya mengapa Leo sangat menyukai buku "The Eiffel" dan membacanya berulang-ulang di perpustakaan.
"Karena... kalau aku sudah tiba di Prancis yang ribuan kilometer jauhnya dari Bolinao ini, Ma'am, itu artinya aku sudah berhasil keluar dari sini. Dan... kalau aku berhasil meninggalkan tempat ini dan sampai menyentuh menara yang sekarang hanya dapat kulihat di buku ini, Ma'am, itu tandanya aku pasti sudah sudah sukses."
Dan Leo memang berhasil mewujudkan keinginan masa kecilnya untuk naik pesawat, terbang ke Paris dan memandangi menara Eiffel dari dekat.
Ditulis dalam sudut pandang orang pertama, buku ini mengisahkan pria bernama lengkap Leonardo Consul itu, yang lahir dan besar di Bolinao, salah satu kota paling miskin di wilayah utara Filipina. Bolinao hanya dapat dicapai dengan bus antarkota. Di sana Leo, yang biasa dipanggil Dong mengenal bahasa ibu, Tagalog, juga Bahasa Inggris. Namun untuk percakapan sehari-hari Leo menggunakan dialek Bolinao, yang merupakan campuran Bahasa Melayu, Tagalog, dan secuil Bahasa Spanyol.
Paris memang bukan pengalaman pertamanya terbang menggunakan pesawat. Ia justru lebih dulu ke Jakarta, untuk mengadu nasib menjadi guru Bahasa Inggris di sebuah sekolah internasional. Kisah hidupnya di Jakarta ternyata tak seindah apa yang ia bayangkan. Namun Leo terus bertahan hingga akhirnya mendapat tawaran untuk menjadi penyanyi. Namun menjadi penyanyi pun tidak mudah. Grup menyanyi yang telah dibentuk lantas bubar. Tanpa berputus asa Leo mencoba berbagai audisi model dan presenter.
Novel ini menggunakan alur campuran, sehingga pembaca diajak untuk melihat kehidupan Leo Consul di masa kini dan sesekali menengok kehidupan Dong di masa lalu. Seperti saat Leo berkisah tentang ayah tirinya.
Dong, yang terlahir karena sang ibu ditiduri oleh seorang pria beristri demi bertahan hidup saat suaminya pergi, justru sangat dicintai oleh ayah tirinya. Sang ayah tiri lantas berjanji tidak akan pernah lagi meninggalkan rumah dan justru ia mencintai Dong lebih besar daripada cintanya kepada anak-anak kandungnya. Dan anak bungsu yang bukan darah dagingnya itu yang membuatnya bangga di kemudian hari.
Kedekatan Dong dengan ayah tirinya pula yang membuat Dong menjadi seperti saat ini. Ayah tirinya selalu memberikan wejangan-wejangan yang menguatkan Dong. Namun karena kedekatan itu pula ia jadi dibenci oleh kakak-kakak tirinya di rumah.
"Tapi justru ayah tiriku itulah yang menjadi penyelamatku. Ia obat bagi setiap lukaku. Ia membentukku dengan nasihatnya, mencintaiku sepenuh jiwanya. Dialah yang membuatku terus berjuang menjadi murid terpandai di sekolah, merebut medali demi medali, meski ke mana pun aku pergi, kakiku hanya beralas sandal jepit yang menipis digerus langkah. Tapi seperti kata Ayah, 'Jangan biarkan sandal jepitmu menjadi jati dirimu.'"
Dan itulah yang menjadi judul novel inspiratif ini: "A Thousand Miles in Broken Slippers.'
Penyuka kisah-kisah inspiratif akan tergugah oleh kisah hidup sang presenter tampan ini, terutama karena untaian kata indah dari Rosi L. Simamora. Nasihat-nasihat dari ayah Leo ditulis dalam quote yang mengawali bab baru dalam novel. Di dalam tiap bab pun ada berbagai nasihat yang 'quote-able' untuk kehidupan sehari-hari. Rosi L. Simamora adalah penulis yang telah berpengalaman menulis biografi, misalnya biografi musisi Dewa Budjana ("Gitarku: Hidupku, Kekasihku"), Kevin Aprilio ("Out of The Box"), dan Rudy Widjaja ("Warung Tinggi Coffee").
Foto: Instagram Leo Consul, Tenni Purwanti.