Di tahun 1974, film arahan Eli Roth, "Death Wish," menjadi kontroversi karena menggambarkan seorang pria yang main hakim sendiri dengan senjata api, demi membalas dendam.
Film yang dibintangi Charles Bronson itu sukses, hingga dibuat empat sekuelnya.
Cerita "Death Wish" sendiri diadaptasi dari novel karangan Brian Garfield, yang tidak puas dengan adaptasi film tahun 1974, dan menulis "Death Sentence" (1975), yang juga telah difilmkan tahun 2007 dengan sutradara James Wan dan pemain Kevin Bacon.
Tahun ini, remake dengan sutradara sama dibintangi Bruce Willis, pria yang selama ini kita kenal sebagai John McClane, si polisi yang sendirian melawan penjahat dalam "Die Hard" dan sekuelnya, atau Harry Stamper, ayah protektif tapi pahlawan dalam "Armageddon."
Dalam "Death Wish," Bruce Willis adalah Dr. Paul Kersey, dokter sukses yang hidup bahagia dengan istrinya, Joanna (Elisabeth Shue), dan putrinya yang mau kuliah, Jordan (Camila Morrone). Mereka tinggal di Chicago, yang digambarkan melalui siaran radio sebagai kota dengan tingkat kejahatan tinggi.
Di hari ulang tahunnya, Paul tak jadi mengajak anak-istrinya makan malam karena urusan darurat di rumah sakit. Dan ketika istri dan anaknya pulang dari belanja untuk membuat kue ulang tahun, rumah mereka kedatangan perampok.
Perampokan itu menewaskan Joanna saat dibawa ke IGD rumah sakit Paul, dan Jordan koma setelah melawan para perampok.
Kejadian setelah pemakaman istrinya serta ucapan mertuanya membuat Paul berniat balas dendam dan membeli senjata api.
Namun senjata api pertamanya justru dari pasien di IGD yang sedang ditanganinya. Ia mengunjungi toko senjata yang dilayani wanita-wanita cantik, kemudian mempelajari cara menembak dari video tutorial (yap!).
Di malam hari, berjaket hoodie dari tempat cucian rumah sakit, Paul menyusuri jalanan Chicago tanpa tujuan jelas. Tanpa disengaja ia menolong pasangan yang mobilnya mau dirampok, bahkan menembak mati para perampoknya.
Kejadian itu sempat divideokan, dan, tentu saja, jadi viral.
Aksi Paul tak berhenti di situ. Ketika seorang pasien anak mengaku dipaksa jadi kurir narkoba, di kala hari masih terang, Paul mendatangi bandar narkoba dan menembak mereka tanpa ampun.
Sosoknya dijuluki Malaikat Pencabut Nyawa Ber-hoodie, dan ia jadi pahlawan mendadak. Namun saat salah satu pelaku perampokan di rumahnya jadi pasien IGD, Paul tak lagi jadi pahlawan; ia mulai menyelidiki dengan caranya sendiri.
Film ini lebih menekankan bagaimana Paul membalas dendam, walau balas dendam yang sesungguhnya ia dapatkan tanpa sengaja. Maklum, Paul tidak berlagak jadi detektif, dan ia percaya pada polisi, walau tanpa hasil.
Adegan tembak dalam film ini pun sangat detail, termasuk ketika Paul memanfaatkan kemampuannya sebagai dokter untuk menyiksa salah satu perampok. Tak heran jika film ini untuk 21 tahun ke atas.
Sayangnya konflik psikologis Paul (antara balas dendam dan jadi ala pembunuh berantai) kurang diolah. Namun saat ber-hoodie, dengan ilustrasi lagu AC/DC, Back in Black, yang melengking, Paul terlihat swag.
"Death Wish" sendiri dianggap salah timing karena dirilis ketika Amerika kembali panas karena kasus penembakan massal di SMA di Parkland, Florida, Februari lalu.
Foto: Metro-Goldwyn-Mayer