Keduanya mengobrol banyak dan bercanda saat sesi pemotretan. Tidak jarang mereka cekikikan menahan geli. Melihat sesi pemotretan Reza rahadian dan Christine Hakim bagai menyaksikan sesi foto keluarga. Kedekatan mereka begitu terasa. Reza memanggil Christine dengan sebutan Ibu."Kalau Ibu, memanggil saya anak macan. Katanya, saya galak, ha ha ha," ungkap Reza. Dalam lingkup pekerjaan,'galak'-nya Reza bertransformasi menjadi ketegasan. Bekal itu telah mengantarkannya meraih tiga Piala Citra.
Bagi Reza, menjadi dekat dengan seorang Christine Hakim adalah impian yang menjadi nyata. Sejak berusia 16 tahun, Reza sudah mengagumi sosok Christine. "Ibu adalah satu di antara sedikit aktris Indonesia yang konsisten terhadap profesi. Tak hanya itu, ia juga konsisten menampilkan performa terbaik di setiap film. Saya sangat menghargai Ibu karena itu."
Kedekatan Reza dan Christine mengalir apa adanya. "Tulus," ujar Reza saat saya bertanya tentang sosok Christine. "Saya merasa sayang kalau melihat Bu Christine. Sama seperti saya melihat ibu saya," kata Reza. Kesan itu pula yang meluncur dari mulut Christine ketika saya bertanya secara terpisah.
Keduanya pertama kali bertemu pada 2012, kala Reza menjalani syuting film Isyarat. Ketika itu, Reza memberanikan diri mendatangi Christine yang kebetulan berada di lokasi. mereka berjenalana dan Reza menyatakan kekagumannya. Keduanya kembali bertemu dalam film lain, seperti Jejak Dedari, Pendekar Tongkat Emas, dan Guru Bangsa: Tjokroaminoto.
Hubungan keduanya tak sebatas di lokasi syuting. kendati sama-sama memiliki jadwal padat, keduanya selalu menyempatkan disi saling menelepon, atau bila sempat, mengajak bertemu. Jika kesempatan itu datang, jam demi jam akan dihabiskan dengan ngopi atau makan bareng, sambil berbincang ngalor-ngidul. Reza tak sungkan berkonsultasi tentang seni peran. Dan karena begitu nyamannya, Reza bahkan bisa cerita soal masalah pribadi.
Canda tawa sering mewarnai komunikasi keduanya. "Aku senang jahil sama Reza. Jangan tanya kenapa ya, ha ha ha," kata Christine. Suatu kali, dalam satu kegiatan Festival Film Indonesia (FFI), Christine memanggil Reza ke panggung untuk bernyanyi. "Saat itu Reza marah. Mukanya judes banget!" kenang Christine. Menurut Christine, Reza sangat perfeksionis. Kejahilan menjadi salah satu cara untuk mendobrak perfeksionisme itu. "Terkadang ada situasi spontan yang harus kita lalui sebagai seorang public figure," ungkap Christine.
Terkait seni peran, pemeran Tjut Nyak Dien ini merasa tak perlu lagi memberi banyak nasihat. Ia hanya berpesan agar Reza bisa mengatur ritme kerja. Bagai lari maraton,"Kita harus bisa menghitung kapan speed dipercepat, kapan mengatur napas, dan kapan harus mengurangi speed sambil minum," ujar Christine.
Tidak memiliki anak secara biologis, Christine menganggap pertemuan dengan Reza adalah amanat dari Tuhan yang mesti ia jaga. Ia ingin selalu bisa menjadi contoh yang baik bagi Reza. Di sisi lain, kehadiran Reza selalu menjadi penyemangat,"Saya mendapat energi yang besar dari semangatnya," kata peraih enam Piala Citra itu.
Keduanya saling mengagumi dan menginspirasi. Sore itu, Reza menghadiahi Christine kecupan di kedua pipi dan dahi ketika hendak berpamitan. Satu lagi pertemuan manis berakhir, untuk menyambut pertemuan berikutnya.
Foto: Arino Mangan
Rias wajah & rambut: Dave Rio
Pengarah gaya: Siti H. Hanifiah
Bagi Reza, menjadi dekat dengan seorang Christine Hakim adalah impian yang menjadi nyata. Sejak berusia 16 tahun, Reza sudah mengagumi sosok Christine. "Ibu adalah satu di antara sedikit aktris Indonesia yang konsisten terhadap profesi. Tak hanya itu, ia juga konsisten menampilkan performa terbaik di setiap film. Saya sangat menghargai Ibu karena itu."
Kedekatan Reza dan Christine mengalir apa adanya. "Tulus," ujar Reza saat saya bertanya tentang sosok Christine. "Saya merasa sayang kalau melihat Bu Christine. Sama seperti saya melihat ibu saya," kata Reza. Kesan itu pula yang meluncur dari mulut Christine ketika saya bertanya secara terpisah.
Keduanya pertama kali bertemu pada 2012, kala Reza menjalani syuting film Isyarat. Ketika itu, Reza memberanikan diri mendatangi Christine yang kebetulan berada di lokasi. mereka berjenalana dan Reza menyatakan kekagumannya. Keduanya kembali bertemu dalam film lain, seperti Jejak Dedari, Pendekar Tongkat Emas, dan Guru Bangsa: Tjokroaminoto.
Hubungan keduanya tak sebatas di lokasi syuting. kendati sama-sama memiliki jadwal padat, keduanya selalu menyempatkan disi saling menelepon, atau bila sempat, mengajak bertemu. Jika kesempatan itu datang, jam demi jam akan dihabiskan dengan ngopi atau makan bareng, sambil berbincang ngalor-ngidul. Reza tak sungkan berkonsultasi tentang seni peran. Dan karena begitu nyamannya, Reza bahkan bisa cerita soal masalah pribadi.
Canda tawa sering mewarnai komunikasi keduanya. "Aku senang jahil sama Reza. Jangan tanya kenapa ya, ha ha ha," kata Christine. Suatu kali, dalam satu kegiatan Festival Film Indonesia (FFI), Christine memanggil Reza ke panggung untuk bernyanyi. "Saat itu Reza marah. Mukanya judes banget!" kenang Christine. Menurut Christine, Reza sangat perfeksionis. Kejahilan menjadi salah satu cara untuk mendobrak perfeksionisme itu. "Terkadang ada situasi spontan yang harus kita lalui sebagai seorang public figure," ungkap Christine.
Terkait seni peran, pemeran Tjut Nyak Dien ini merasa tak perlu lagi memberi banyak nasihat. Ia hanya berpesan agar Reza bisa mengatur ritme kerja. Bagai lari maraton,"Kita harus bisa menghitung kapan speed dipercepat, kapan mengatur napas, dan kapan harus mengurangi speed sambil minum," ujar Christine.
Tidak memiliki anak secara biologis, Christine menganggap pertemuan dengan Reza adalah amanat dari Tuhan yang mesti ia jaga. Ia ingin selalu bisa menjadi contoh yang baik bagi Reza. Di sisi lain, kehadiran Reza selalu menjadi penyemangat,"Saya mendapat energi yang besar dari semangatnya," kata peraih enam Piala Citra itu.
Keduanya saling mengagumi dan menginspirasi. Sore itu, Reza menghadiahi Christine kecupan di kedua pipi dan dahi ketika hendak berpamitan. Satu lagi pertemuan manis berakhir, untuk menyambut pertemuan berikutnya.
Foto: Arino Mangan
Rias wajah & rambut: Dave Rio
Pengarah gaya: Siti H. Hanifiah