Seorang remaja yang terpenjara di dalam rumahnya sendiri mampu melihat dunia di belahan lain yang tidak mudah dijangkaunya pada saat itu.
Sejak Sekolah Dasar, Kartini (Dian Sastrowardoyo) sudah unggul dari teman-temannya yang lain. Bahkan sebelum masa pingitan (perempuan Jawa ningrat dirumahkan setelah puber sampai ia dipinang), ia sempat menulis artikel mengenai pejuang wanita asal India bernama Pandita Ramabai.
Film “Kartini” karya Hanung Bramantyo ini menceritakan bagaimana kehidupan Trinil (burung kecil), begitu Kartini disapa, semasa pingitan. Jiwanya begitu bebas. Tembok-tembok yang membatasi kehidupan, kini menuntut dirinya untuk menjadi wanita yang lebih kreatif. Pikirannya tidak terperangkap, bebas, penuh dengan tanya. Ia memperhatikan sang kakak, Soelastri (Adinia Wirasti) yang telah lebih dahulu dipingit. Semakin ia memperhatikan, semakin banyak tanya yang ia ucapkan.
Trinil atau Ni tidak bisa membebaskan imajinasinya tanpa bantuan salah satu abangnya, Sosrokartono (Reza Rahadian). Sebelum pindah ke Belanda, Sosrokartono meninggalkan ‘kunci’ untuk Ni. Kunci sebuah lemari antik berisi buku-buku sang abang, yang membuat Ni bebas mengarungi lautan.
Ni lebih tertarik pada buku-buku tersebut, daripada pelajaran-pelajaran tentang tindak-tanduk perempuan Jawa yang ia peroleh semasa pingitan. Bukan berarti ia tidak mengikutinya, tetapi Ni memilih untuk melawan kebiasaan yang sudah ada dengan tulisan-tulisannya. Ia mengajari hal yang sama kepada adik-adiknya. Roekmini (Acha Septriasa) dan Kardinah (Ayushita Nugraha). Mereka bertiga menjalani masa pingitan yang menyenangkan. Mereka merasa bebas berkreasi dan tidak perlu menikah. Apalagi pada masa itu, mereka bisa saja dinikahi sesama bangsawan sebagai istri kesekian.
Apa yang dilakukan Ni tidak dapat terjadi tanpa restu dari sang ayah Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (Deddy Sutomo). Tanpa disadari, tiap langkah yang dilakukan Ni, semua berkat sang ayah. Lain dengan ibu tirinya, Moeryam (Djenar Maesa Ayu), yang masih saklek dengan aturan yang ada. Dekat namun terasa jauh adalah sang ibu, Ngasirah (Christine Hakim), yang merelakan anaknya dipingit. Sejak kecil, Ni diharuskan memanggil sang ibu Yu, sebutan untuk abdi dalem karena sang ibu bukan bangsawan.
Film ini mengajak Anda mengenal Kartini dari perspektif berbeda. Para pemain berakting baik, termasuk Dian Sastrowardoyo yang secara fisik memang jauh berbeda, tapi mampu menerjemahkan keinginan Kartini untuk bebas. Anda bisa menonton film tentang pahlawan yang memiliki hari besar nasional ini di bioskop favorit mulai 19 April 2017.
Yuk, nonton rame-rame bersama sahabat di acara Nobar PESONA dan Meet & Greet dengan Dian Sastrowardoyo pada 22 April 2017. Cek update-nya di media sosial PESONA.
Foto: Legacy Pictures