Hari sudah menjelang siang ketika saya bertemu dengan Windri Widiesta Dhari. Ia terlihat menenteng sendiri beberapa busana rancangannya untuk keperluan pemotretan hari itu. Tak tampak sama sekali kesan bossy dari mantan general manager salah satu anak perusahaan BUMN ini. Sebaliknya, wibawanya justru terasa dari pembawaannya yang riang dan supel, membuat perbincangan singkat kami hari itu terasa santai namun tetap berenergi. Di butik Nur Zahra di Colony 6 Kemang, bungsu dari tiga bersaudara ini bercerita dengan ringan tentang masa kecil hingga tujuan hidupnya kini yang berhasil menjadi tambatan hatinya.
“Dulu jika bicara soal baju muslim, yang terlintas di kepala saya adalah baju-baju abaya yang lebar. Saya tidak bisa membayangkan baju muslim juga bisa dibuat dari bahan ringan,” kenangnya. Ia duduk di kursi rias, membalas beberapa pesan di ponselnya, lalu melanjutkan. “Bahkan setelah saya berhijab, belum terpikir juga untuk memulai bisnis busana muslim. Mungkin memang sudah jalan-Nya juga makanya saya bisa melihat peluang ini.”
Windri ingat, setahun setelah ia resign dari pekerjaannya di tahun 2008, ia mulai berhijab. Saat itu ia merasa kesulitan menemukan busana muslim yang membuatnya nyaman, dari segi bahan maupun desain. Ia gemar memakai blazer panjang sebagai outerwear dan scarf bermotif bunga-bunga ke berbagai pertemuan orangtua murid, yang disebutnya sebagai versi tertutup dari busana sehari-harinya di kantor dulu. Karena tampak unik dan menarik, beberapa teman pun melirik. Tak cuma bertanya-tanya, tapi mereka pun akhirnya sering minta diantar berbelanja busana muslim ala Windri. Hingga satu celetukan seorang teman juga yang membuatnya tersadar. “Daripada bawa-bawa mereka ke toko orang, kenapa kamu nggak buat line sendiri saja?”
“Dulu jika bicara soal baju muslim, yang terlintas di kepala saya adalah baju-baju abaya yang lebar. Saya tidak bisa membayangkan baju muslim juga bisa dibuat dari bahan ringan,” kenangnya. Ia duduk di kursi rias, membalas beberapa pesan di ponselnya, lalu melanjutkan. “Bahkan setelah saya berhijab, belum terpikir juga untuk memulai bisnis busana muslim. Mungkin memang sudah jalan-Nya juga makanya saya bisa melihat peluang ini.”
Windri ingat, setahun setelah ia resign dari pekerjaannya di tahun 2008, ia mulai berhijab. Saat itu ia merasa kesulitan menemukan busana muslim yang membuatnya nyaman, dari segi bahan maupun desain. Ia gemar memakai blazer panjang sebagai outerwear dan scarf bermotif bunga-bunga ke berbagai pertemuan orangtua murid, yang disebutnya sebagai versi tertutup dari busana sehari-harinya di kantor dulu. Karena tampak unik dan menarik, beberapa teman pun melirik. Tak cuma bertanya-tanya, tapi mereka pun akhirnya sering minta diantar berbelanja busana muslim ala Windri. Hingga satu celetukan seorang teman juga yang membuatnya tersadar. “Daripada bawa-bawa mereka ke toko orang, kenapa kamu nggak buat line sendiri saja?”
Hal Terpenting dalam Bekerja
Apalagi jika pandemi Covid-19 mempengaruhi pekerjaan dan gaji Anda. ... more
Itang Yunasz dan Strategi Beradaptasi di New Normal
Ini dia cara Itang Yunasz menghadapi new normal untuk bisnisnya. ... more
Jenahara Nasution dan Passion di Dunia Fashion
Di situasi new normal ini, passion membuat Jenahara Nasution lebih termotivasi dalam bekerja. ... more