Menyaksikan film "Athirah," ada beberapa hal praktis yang memotivasi dalam menjalani hidup. Ia memilih bertahan dan menikmati nasi yang sudah jadi bubur.
Di kala kehidupan terasa tak adil karena suami mendua, Athirah (Cut Mini) memilih melanjutkan terus kehidupannya. Bahkan, suami yang sesekali bertandang untuk makan malam, ia jadikan lelucon bersama anak-anak sebagai ‘tamu yang datang.’ Inilah beberapa hal inspiratif yang dilakukan Athirah
No drama
Meski hidup sedang bergejolak, dan kerap menangisi nasib dalam diam, di depan orang-orang ia tak tampil bagai korban. Dengan perut hamil besar, ia masih rajin datang membantu usaha suaminya, Puang Haji Kalla (Arman Dewarti), yang biasa disapa Puang Ajji. Sewaktu Puang Ajji berdalih sibuk, ia pergi ke resepsi pernikahan dengan Ucu (Christoffer Nelwan), anak laki-laki pertamanya. Ia juga tetap menyiapkan makanan untuk anak-anaknya, dan ia mulai berjualan sarung!
Memakai waktunya menghasilkan uang
Ketika berkunjung ke rumah ibunya (Jajang C. Noer), Athirah mengunjungi sentra tenun di Bone dan mengambil buah karya mereka untuk dipasarkan di Makassar. Daripada pusing-pusing dan terus menangisi suaminya yang jarang pulang, ia makin giat memakai waktunya menekuni usahanya ini. Pembeli pun berdatangan menghampiri kediaman Athirah, memilih sendiri sarung-sarung cantik yang ia jual. Hasilnya, ia punya penghasilan sendiri yang bisa disimpan.
Menabung pendapatan
Athirah memang sedang ditimpa kemalangan, tapi ia tak mengasihani dirinya dan menuruti hasrat menghamburkan uang demi kesenangan dunia. Ia justru menyimpan emas. Athirah mengumpulkan dengan cermat pendapatannya dari berjualan sarung. Ketika jumlahnya dirasa cukup, ia pergi ke toko emas dan membeli perhiasan. Beberapa ia pakai, sisanya tertata rapi dalam kotak kayu dan disimpan di ‘brankas’ tersembunyi.
Jeli melihat peluang
Kata ibu Athirah, ia harus menyimpan yang penting bagi hidupnya. Bagi Athirah, ini bisa saja berarti sarung yang kerap dipakainya. Sepanjang film, dikesankan betapa ibunda Jusuf Kalla ini menjaga sarung buatan ibu mertuanya, yang menjadi mas kawinnya dulu. Suatu waktu, ada pelanggannya yang menanyakan harga sarung tersebut, yang sedang ia pakai. Meski yang satu itu tak dijual, ia membawa sarung itu dan menggandakannya. Si sarung tetap berarti baginya, dan bahkan jadi punya nilai tambah karena bisa ia manfaatkan untuk menambah angka penjualan produknya.
Tetap bersolek
Kata peribahasa, nasi pun telah menjadi bubur. Belajar dari film ini, sepertinya Athirah berupaya menambahkan pelengkapnya sekalian agar bisa menikmati bubur yang enak. Maksudnya begini; Puang Ajji punya istri muda, tapi Athirah tak bisa protes. Ia memilih bertahan dan menikmati nasi yang sudah jadi bubur.
Jadi agar hidup lebih menyenangkan, ia melakukan beberapa hal tersebut di atas. Selain itu, ia tetap bersolek dengan caranya sendiri. Ada kalanya ia terkesan tak percaya diri pada kecantikannya, tapi ia tetap berupaya tampil cantik dengan memakai giwang baru saat suaminya pulang. Waktu mereka makan bersama pun ia tetap merayu sang suami. Tentu dengan cara Athirah sendiri.
Kalau kata pemeran Athirah, Cut Mini, pada gala premiere film ini di XXI Epicentrum, perempuan memang harus sabar. Ia sendiri menyatakan kekagumannya pada Athirah, dan menyerukan agar perempuan-perempuan lainnya bisa kuat menjalani kehidupan. Dan demikianlah, pada akhirnya, seperti kata Ucu dalam film ini, Athirah pun menang dengan caranya sendiri.
Foto: Miles Films