Tubuh Indira Soediro seperti tak berubah saat ia memenangkan Miss ASEAN 1991 di usia 20 tahun.
Badannya langsing dan kencang, perutnya rata, dan lengannya berotot. Wajahnya malah terlihat lebih segar dibanding dulu.
Mantan Puteri Indonesia 1992 ini sudah punya enam anak dan tahun ini Indira akan menginjak usia 46 tahun. “Waktu saya belum menikah, berat badan saya sekitar 48-49 kg. Sekarang berat badan saya sekitar 51 atau 52 kg,” ungkap Indira.
Olahraga memegang peranan besar membentuk tubuh Indira yang fit. Kegemaran berolahraga sudah tertanam sejak kecil. “Dari zaman SD, aku nggak pernah putus olahraga,” kata Indira. Ayahnya adalah atlet basket nasional, sedangkan sang ibu adalah atlet renang nasional. Saat SD hingga SMP, ia adalah pelari. Ketika SMA, Indira ikut tim basket sekolah. Sejak SMA, Indira rutin berolahraga di gym.
Kebiasaan berolahraga di keluarganya dulu masih terbawa hingga kini. “Kalau nggak olahraga, rasanya lesu. Nguap terus, bawaannya ngantuk,” kata Indira. Ia berprinsip bahwa olahraga bermanfaat untuk kesehatan, bukan hanya sekadar melangsingkan tubuh. “Exercise untuk jadi bugar, bukan jadi kurus. Menjadi langsing itu bonus,” katanya lagi.
Sekarang, Indira juga masih rutin berolahraga. Seminggu tiga kali ia ke gym. Setiap kali berlatih di gym, ia menghabiskan waktu dua jam. Latihannya terdiri atas satu jam untuk latihan kardio dengan lari di treadmill dengan jarak 10 km, dan satu jam lagi ia habiskan untuk melatih kekuatan perut dan otot. Di samping itu, Indira bermain basket, dua hingga tiga kali seminggu di klub Jets Basketball Community yang didirikan dr. Hari S. Soediro, sang ayah.
Melihat ia yang rutin berolahraga, anak-anak Indira mengikuti jejaknya “Otomatis anak-anak mengikuti karena mereka melihat papa-mamanya berolahraga. Dari kecil mereka sudah melihat kegiatan saya. Biasanya anak-anak bilang, ‘Ma, mau ke mana?’ Nanti mereka minta ikut. Mereka tendang-tendang bola dan main-main,” kenang Indira. Saat ini, anak-anak Indira punya olahraga favorit masing-masing. Ada yang main basket, main futsal, dan softball.
Ketika berusia 39 tahun, Indira mengalami cedera parah. Di kejuaraan basket, ia terjatuh ketika bertubrukan dengan pemain lain. Saat itu Indira sempat dinyatakan dokter tidak bisa berolahraga lagi. Otot kakinya yang sebelah kiri putus, sehingga harus dioperasi. Jalan pun harus memakai tongkat.
Namun Indira tak menyerah. Dengan bimbingan fisioterapis, ia menjalani terapi selama enam bulan. Dalam tiga bulan pertama, terapinya cukup intens, berlangsung lima jam setiap hari. Sembilan bulan setelah cedera, Indira kembali ke lapangan.
Mulai sejak itu Indira ingin membagikan pengalamannya ke banyak orang. Indira pun mengambil course tentang cedera olahraga. Sudah 1,5 tahun terakhir ia mendirikan Jets Physiocare Center yang merupakan klinik fisioterapi dan cedera olahraga di Senayan Trade Center, Jakarta Pusat.
Di sana Indira juga berperan sebagai konsultan. “Nah, biasanya di konsultasi awal (pasien) akan saya refer. Di sini, kan, ada macam-macam dokter. Ada dokter ortopedi, nutrisi, ada akupunktur. Nanti mereka ketemu dengan ahli masing-masing. Setelah itu akan dibuatkan program terpadu,” kata Indira.
Foto: Honda Tranggono