![](https://www.pesona.co.id/img/images/slider%20-%20lembah%20kashmir.jpg)
Keindahan Kashmir di musim semi bagaikan paduan Negeri Belanda dan Swiss dalam balutan Bollywood.
Pepohonan tanpa daun yang menjulang tinggi seolah berlari bekejaran. Bunga canola bermekaran, bagaikan hamparan karpet kuning di kaki perbukitan. Di kejauhan, deretan pegunungan berselimut salju sambung menyambung bagai tak berujung. Keindahannya bagai puisi yang mengelus-elus hati.
Goyangan bunga canola yang diterpa angin mengingatkan saya akan adegan pelukan antara Shah Rukh Khan dan Kajol di sebuah ladang bunga dalam film “Dilwale Dulhania Le Jayenge” yang saat itu sedang diputar di New Delhi. Membuka jendela mobil, tercium aroma segar bunga di udara, diikuti embusan angin dingin. Anak saya, Najin, menyukainya. Tapi teman saya, Andriyani, menggigil kedinginan sampai ke tulang.
Di tengah perjalanan kami berhenti sejenak di sebuah warung untuk menikmati hangatnya the susu. Warung itu menghadirkan pemandangan lekuk panorama Lembah Titanic dengan serakan perkebunan bunga canola. Juga sebuah sungai yang membelah desa berlatar belakang gugus perbukitan. Rasanya saya ingin berlari ke tengah kebun canola yang bunganya dijadikan mustard oil itu. Keinginan itu terpaksa saya pendam karena teringat perjalanan kami masih lima jam lagi menuju Srinagar, ibu kota Provinsi Jammu dan Kashmir. Apalagi sebelumnya kami telah melewati perjalanan darat selama 17 jam dari New Delhi.