Didi Budiardjo, Hian Tjen, Priyo Oktaviano, Chossy Latu, Ghea Panggabean, dan Itang Yunasz adalah para desainer dalam fashion ini.Setiap desainer menampilkan jenis kain dari Indonesia bagian barat dengan sentuhan berbeda-beda. Chossy Latu menampilkan kain khas Minangkabau dengan desain elegan namun tetap wearable. Tema yang diangkat adalah Poise of Minangkabau, dalam warna emas dan merah. Ghea Panggabean mengangkat kain Jumputan Pelangi khas Palembang, dikombinasikan gaya Bohemian serta nuansa etnik yang terinspirasi suku Mentawai. Sentuhan modern ditampilkan Ghea lewat detail kerang dan motif tribal.
Didi Budiardjo mengangkat keindahan kain Jawa Timur, mengaplikasikan kain tenun Gedog khas Tuban. Sentuhan modern tetap terasa karena Didi mengombinasikan kain tenun dengan bahan denim dan tambahan metal. “Karakternya ready-to-wear, saya ingin tampilan yang lebih kekinian, lebih mudah, dan anak muda tertantang untuk memakai kain Nusantara dengan cara berbeda,” ujar Didi.
Berbeda dengan Hian Tjen yang dikenal dengan desain gaun pengantin, kali ini ia menampilkan kain tenun Baduy dan Garut. Mengangkat tema Etnicology, Hian Tjen bermain dengan desain crop dan fitted pada atasannya dipadukan bawahan panjang bervolume.
Busana muslim juga ada dalam pergelaran ini, salah satunya Itang Yunasz yang mengolah kain tenun Troso asal Jepara. Untuk karyanya ini, Itang mengaplikasikan tenun Troso yang diproses dengan semprotan tinta pada kain, tidak dijumput atau ikat. Koleksi terbarunya ini dinamakan Alliance from West yang terinspirasi mbok jamu gendong. Sementara itu Priyo Oktaviano mengangkat tema Lurik Arik, dengan mengaplikasikan kain lurik dari Kediri. Ia menghadirkan beberapa style; dari kemeja yang dipadukan dengan sarung, celana pipa dengan blus asimetris.