Lulus SMA, ia ingin belajar teater dan kuliah di Institut Kesenian Jakarta. Tetapi ibunya tidak menyetujui. Nay tidak gentar. Ia kompromi dan akhirnya mengambil kuliah Sastra Indonesia di Universitas Indonesia.
Semua senang; Nay tetap bisa bermain teater di kampus dan sang ibu tidak marah. Bermain wayang orang arahan Jaya Suprana, ia kemudian sadar bahwa teater adalah bagian dalam hidupnya yang yidak mungkin ia lepaskan.
Inayah pernah melakoni teater monolog bertajuk “Bukan Bunga Bukan Lelaki” bersama Happy Salma dan Olga Lydia. Ia juga terlibat di drama musikal “Kandil & Kampung Srundeng” yang digagas Yayasan Sayap Ibu untuk penggalangan dana. Inayah Wahid juga berperan sebagai tukang ojek di salah satu serial televisi swasta.
Di antara empat anak Gus Dur, hanya Inayah yang menerjunkan diri di dunia seni. Yenny Wahid sempat kuliah Desain Komunikasi Visual, tapi memutuskan menjadi aktivis dan politisi.
Punya tiga kakak perempuan memang tidak berarti harus memiliki banyak kesamaan. Inayah mengaku persaudaraannya jadi menyenangkan justru karena masing-masing berbeda. “Tetap ada kompromi dan saling menghormati,” ungkap perempuan kelahiran 31 Desember 1983 itu.
Kembali pada pemikiran sang bapak, Inayah merasa bahwa sesungguhnya yang diperjuangkan Gus Dur melampaui pemahaman pluralisme.
“Ketika beliau mati-matian membela mereka yang berbeda agama dengannya, etnis Tionghoa, bahkan Ahmadiyah dan kaum marjinal lainnya, saya percaya yang Bapak perjuangkan bukan 'Cina-nya' atau 'Ahmadiyah-nya', melainkan kemanusiaannya. Fakta paling jelas menjadi manusia adalah kita semua beda. Saat kita bicara humanisme, kita bicara soal manusia yang jamak.”
Ia pun percaya, penyebaran nilai-nilai kehidupan yang baik paling efektif dilakukan melalui pendidikan.
“Saya sangat ingin mendirikan sekolah yang mengajarkan inklusivitas. Siapa pun tanpa kecuali bisa sekolah di sana. Tidak peduli apa agamanya dan keturunannya,” ucapnya sungguh-sungguh.
Inayah juga hendak melakukan napak tilas perjalanan Gus Dur. Dari Mesir tempat ayahnya kuliah, lalu sampai ke Eropa. Nay ingin menyelami apa yang pernah dilakukan dan dikunjungi ayahnya.
“Saya yakin bahwa bapak menjadi orang yang egaliter, bijak, dan berpengetahuan luas salah satunya karena beliau rajin traveling. Setiap perjalanan itu membuka pikiran dan mengasah kepekaan kita sebagai manusia. Sehingga, kita sanggup memahami apa itu kehidupan dan manusia secara utuh,” ujarnya menutup pembicaraan.
Foto: Denny Herliyanso
Pengarah gaya: Yudith Kindangen
Busana: Karen Millen
Rias wajah dan rambut: Linda Kusumadewi
Artikel ini dimuat di Majalah Dewi edisi Mei 2017
Klik dewimagazine.com untuk artikel profil, gaya hidup, dan fashion lainnya