Menurutnya, hampir semua aspek perlu dibereskan. Pendidikan dan ekonomi harus dibenahi. “Saya ingat bapak pernah berkata, mustahil perdamaian terwujud tanpa ada keadilan. Keadilan sosial, persamaan hukum, dan penghormatan hak asasi manusia harus terwujud. Ini tugas semua orang.”
Setelah Gus Dur meninggal dunia, ada banyak orang dan kelompok minoritas yang tadinya ‘dilindungi’ Gus Dur kemudian khawatir. Siapa yang melindungi mereka setelah Gus Dur tidak ada?
Pertanyaan besar untuk Nay dan tiga kakaknya. “Saya pikir alasan beliau cepat dipanggil Tuhan, jangan-jangan karena sudah waktunya perjuangan Bapak tidak dibebankan hanya pada dirinya seorang. Saatnya kita semua harus meneruskan perjuangan beliau,” ujar Inayah.
Keluarga Gus Dur memiliki ‘markas’ bernama Griya Gus Dur di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Setiap anak Gus Dur punya gerakannya masing-masing.
Alissa mengepalai Lembaga Kemaslahatan Umat di Nahdlatul Ulama dan menggagas berdirinya Jaringan Gusdurian yang mengupayakan penyebaran pluralisme dan nilai toleransi. Yenny menangani Wahid Foundation. Anita menggaungkan anti korupsi. Dan Inayah dengan gerakan kaum muda.
Keempatnya berusaha menjangkau isu dan situasi Indonesia dari berbagai titik. “Kami ingin meneruskan visi besar bapak soal Indonesia yang inklusif, damai, dan sejahtera. Bukan berantem karena beda, tapi merayakan perbedaan,” ujar Inayah.
Upaya meneruskan perjuangan Gus Dur versi Inayah, diwujudkan melalui gerakan Positive Movement yang ia dirikan sejak 2006. Aksi kaum muda yang menyebarkan nilai-nilai kebahagiaan dan semangat positif dalam kehidupan.
Bagi Inayah, untuk menuju perdamaian tidak melulu dengan dialog antar agama. Ia ingin menjangkau banyak orang, terutama pihak-pihak yang menilai pluralisme itubmembahayakan. Melalui Positive Movement, Inayah bicara tentang kebahagiaan.
“Semua orang jelas ingin bahagia.” Definisi bahagia menurutnya, bukan soal kesenangan karena mendapat sesuatu.
“Bahagia adalah keseimbangan dan perdamaian. Bukan tentang mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Bahagia itu dicapai melalui perilaku ikhlas, bersyukur, jujur, menghargai diri sendiri dan menghormati orang lain,” kata Inayah.
Tidak mengagetkan juga jika mulai 2016, Inayah aktif di organisasi internasional, Green Peace Indonesia. “Kita bikin gerakan pemberdayaan kaum petani sekaligus advokasi jika diperlukan. Jika semua ini dilakukan, maka pluralisme terjadi secara otomatis tanpa perlu berteriak.”
Di waktu senggangnya, ia menekuni dunia teater. Sejak SMA, bersama sahabatnya ia sering menonton teater. Ia juga pernah belajar akting di Teater Pagupon yang dipegang Ikatan Keluarga Sastra Indonesia.
“Teater itu menyenangkan. Saya suka semua aspek dari teater. Saya selalu kagum dan sering membayangkan diri saya berada di atas panggung teater,” kata Nay.
Klik halaman selanjutnya tentang kompromi Inayah demi cintanya pada teater