Siang itu PESONA berkunjung ke rumah komunitas decoupage di Cipete, Jakarta Selatan.
Mereka berkreasi sambil bergurau akrab. Lia Arsanti, Ade Wiranti, Sari Tonny, Soraya Djamin dan Mia Sunaki berteman sejak kecil. Lia tertarik belajar teknik decoupage sejak melihat Mia mengajar teknik decoupage beberapa waktu lalu dan lebih dulu memulai bisnis ini.
Decoupage adalah teknik mendekorasi atau menghias benda dengan menempel guntingan kertas atau gambar warna-warni, memakai kertas dan lem khusus.
Lia mengajak Ade dan Sari belajar pada Mia. Kemudian, Sari berinisiatif membicarakan kemungkinan berbisnis dari teknik decoupage ini bersama Soraya. Mereka pun berkumpul untuk mewujudkan ide tersebut.
Karya mereka disambut hangat oleh keluarga dan teman-teman yang tertarik ingin membeli, karena mereka rutin mem-posting-nya di Instagram masing-masing. Lia lalu membuat akun Instagram khusus @purpleartcraft sebagai tempat posting karya mereka berlima. “Kebetulan Sari sudah punya WO (wedding organizer) bernama Purple. Jadi kami sepakat pakai nama itu,” jelas Lia. Pesanan pun meluas dari mulut ke mulut.
Mulanya mereka menjual tempat tisu, gantungan kunci anyaman, kipas, dan tempelan kulkas sebagai suvenir untuk pernikahan dan tahlilan.
Pesanan mulai serius berkembang sejak @purpleartcraft mendapat pesanan signage untuk daerah Gaharu, Jakarta Selatan. Lalu, ada pesanan untuk pesantren di Jawa Tengah, dalam Bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab. Saat ini mereka sedang disibukkan membuat pernak-pernik untuk mengisi show unit apartment di Depok.
Selain suvenir dan signage, @purpleartcraft mulai membuat laptop tray, jam dinding, bantal, lilin, dan tote bag yang semuanya bisa custom-made. “Kami ingin menghasilkan produk decoupage yang unik, jadi awalnya tidak membuat tas dari bahan anyaman yang sudah banyak dibuat orang.
“Tote bag kami buat dari bahan PVC, goni, dan fabric, karena menurut kami orang asing suka sekali dengan bahan goni. Kami gunakan motif Nusantara seperti wayang, batik, karena ada niat untuk dijual ke luar negeri,” ungkap Sari.
Kerabat Sari akan membuka supermarket di Swiss dan @purpleartcraft akan mencoba memasukkan kreasi mereka dengan image Indonesia. Selain itu, mereka bersiap untuk pasar Amerika.
Lia, Sari, Mia, Ade, dan Soraya memiliki keahlian masing-masing. Dalam pertemuan siang itu, misalnya, Lia membuat monochrome rustic tray, Ade membuat travel tissue fabric, Soraya membuat lilin dalam kaca, Sari membuat tas PVC tema Indonesia dan herba, dan Mia membuat 3D mix media technique decoupage on wooden box, yang semuanya pesanan orang.
Mereka juga kerap mengasah kemampuan masing-masing di tempat kursus atau workshop. Setelah itu, saat berkumpul, mereka akan membagi ilmu itu kepada teman yang lain. “Di sini kami saling melengkapi. Jadi kalau ada pesanan banyak dan kami kewalahan, semua orang bisa membantu,” ujar Ade.
Meski telah menghasilkan uang, mereka tak ingin kegiatan ini menjadi beban. “Asal bisa saling mencela setiap kali bertemu, sudah cukup buat kami,” canda Lia. Biasanya mereka menyelesaikan pesanan di rumah masing-masing dan bertemu dua kali dalam satu bulan. Komunikasi lebih banyak dilakukan melalui grup WhatsApp.
“Kalau ketemu, kami bisa ngumpul dari jam sembilan pagi sampai jam sembilan malam. Sampai dicari suami masing-masing,” Lia menambahkan, tertawa.
Foto: Hermawan
Pengarah gaya: Siti H. Hanifiah