Tjok Gus juga diakui Happy sebagai penontonnya yang paling setia. Ini bukan berarti sang suami semata memuji setiap aktingya, melainkan juga memberi kritik jujur yang justru paling dibutuhkan Happy agar bisa terus menjadi lebih baik. “Dia yang mengingatkan ketika akting saya kelihatan maksa. Kalau dia menonton pertunjukan saya, tapi dia tidur, berarti penampilan saya nggak menarik,” katanya, tertawa.
Lewat kegiatan seni Happy juga menemukan jalan untuk menjadi dewasa dan berbahagia. Ia pun harus konsisten menjalaninya. Untuk itu, ia hanya perlu bersikap luwes dan ikhlas, misalnya dengan menentukan prioritas. Ia bercerita soal ‘godaan’ yang mengujinya ketika kewajibannya di teater bentrok dengan hasrat berakting di layar lebar. “Ada tawaran film baguuuus sekali, tapi saya nggak bisa ninggalin proyek yang sedang saya kerjakan,” kenangnya dengan gemas.
“Nggak boleh serakah, harus lihat prioritas,” ujarnya lagi. Sadar akan tanggung jawabnya, ia pun kembali fokus pada yang seharusnya ia selesaikan. Ia mengakui, dalam hidup ada kalanya harus memilih yang tak mudah. Tapi ia yakin, pada saat-saat lain di masa yang akan datang, pasti ia akan menemukan pilihan-pilihan baru.
Kini seni pertunjukan yang ia tanam dan rawat sudah mulai berbuah. Penjualan tiket pertunjukannya selalu sold out. Bahkan dalam Bunga Penutup Abad, sampai dibuat pementasan tambahan untuk memenuhi permintaan publik. Kembali Happy mensyukuri. Katanya, “Setidaknya orang jadi tertarik pada teater, dan orang yang bermain di teater pun jadi lebih beragam. Seni pertunjukan semakin ramai. Saya merasakan ada kebahagiaan di situ.”
Tapi tidak melulu ia yang harus menuruti kemauan penonton teater yang mulai bertumbuh. Kata Happy, manusia harus kenal kata cukup. Ketika diminta menampilkan kembali monolog Inggit, ia tak bersedia. Alasannya, batinnya sudah puas memerankan Inggit Ganarsih, istri pertama Bung Karno tersebut yang disaksikan oleh sekitar 1.200 penonton di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
“Itu pencapaian sebagai seorang aktor. Rasanya bahagia sekali, dan nikmat sekali memerankannya. Jadi ketika saya diminta memainkannya lagi, saya nggak bisa—karena sudah puas, sudah cukup,” ujarnya dengan senyum damai. “Cukup di situ, namun belum di tempat lain. Dengan begitu kreativitas bisa muncul terus.”
Ia mengaku punya banyak energi dan minat untuk melakukan banyak kegiatan. Ia bersenang-senang dan bertemu banyak kawan baik lewat karya, menyalurkan energinya lewat karya, dan menjadi dewasa lewat dunia tempatnya berkarya.
“Setidaknya orang jadi tertarik pada teater, dan orang yang bermain di teater pun jadi lebih beragam. Seni pertunjukan semakin ramai, saya merasakan ada kebahagiaan di situ.”